LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Tutup Celah Kebocoran Penerimaan Negara dengan Reformasi Kurs Pajak

Redaksi DDTCNews
Selasa, 16 September 2025 | 15.00 WIB
Tutup Celah Kebocoran Penerimaan Negara dengan Reformasi Kurs Pajak
Tiara Maulidah, 
Kota Banyuwangi, Jawa Timur

KURS pajak merupakan nilai tukar mata uang asing yang terpatri dalam keputusan menteri keuangan (KMK) guna kepentingan perpajakan. Penetapan kurs pajak ialah kompromi praktis pemerintah untuk keseragaman konversi nilai valuta asing dalam perhitungan pajak, bea masuk, dan bea keluar.

Simplifikasi proses verifikasi dengan kurs pajak menjadi solusi efisien untuk menyetarakan jutaan transaksi dengan nilai tukar berbeda sehingga beban pajak terukur proporsional. Landasan kepastian hukum pun menjadi alasan utama kurs pajak digunakan dengan ekspektasi proses audit yang lebih terstandar.

Namun, kurs pajak faktanya tidak dapat menangkap fluktuasi pasar secara real time karena sifatnya yang statis mingguan. Akibatnya, selisih kurs antara transaksi dan kurs pajak membuat pajak terutang gagal mencerminkan kondisi riil keuangan perusahaan.

Merujuk Pasal 4 ayat (1) UU PPh, penghasilan yang menjadi objek pajak didefinisikan sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Artinya, penghasilan sejatinya adalah segala sesuatu yang diperoleh dan menambah kekayaan wajib pajak secara nyata.

Ketika definisi ini tersebut dengan teknis perhitungan kurs pajak, penghasilan atas transaksi ekspor-impor tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan ekonomis wajib pajak. Kondisi ini jelas tidak selaras dengan asas ability to pay yang menjadi idealisme pemajakan.

Celah Kecil yang Mengikis Penerimaan Negara

Volatilitas rupiah yang sulit ditebak setiap hari membuat kurs pajak terasa kaku. Tujuan efisiensi dan kepastian hukum yang semula digadang-gadang justru mengakibatkan sisi ekonomis luput teramati.

Saat rupiah melemah dan kurs pajak ditetapkan lebih rendah dari kurs beli di pasar, dasar pengenaan pajak atas pendapatan ekspor akan tergerus. Sebaliknya, kurs pajak yang berbeda dari kurs jual di pasar membuat pengakuan deductible expense impor juga menyimpang.

Ambil contoh pada Juni 2025. BPS mencatat nilai impor senilai US$19,33 miliar dengan rata-rata kurs pajak ditetapkan Rp16.292,67 dan kurs jual Rp16.392,11. Nilai impor yang diakui dalam pajak sebesar Rp315 triliun, lebih rendah Rp1,92 triliun dari seharusnya.

Artinya, disparitas kurs menggerus basis pajak dan bea masuk hampir Rp2 triliun hanya dalam sebulan. Jika dihitung dengan tarif yang berlaku, negara berpotensi kehilangan Rp371,5 miliar dari pungutan PPN dan bea masuk yang tereduksi kurs pajak.

Melihat celah tersebut, ketimpangan horizontal berpotensi tersulut, di mana volume transaksi besar dapat memotivasi perilaku tax avoidance bahkan tax evasion. Untuk itu, perlu ada gebrakan dari pemerintah untuk menutup celah tersebut.

Lantas, bagaimana sistem kurs pajak di negara lain? Otoritas pajak AS, Internal Revenue Service (IRS) menerapkan pendekatan kurs berbasis transaksi sebagai konsekuensi logis dari sistem ekonomi kapitalis.

Wajib pajak di AS memiliki kebebasan menggunakan kurs dari lembaga yang dapat diandalkan sepanjang dapat dibuktikan akurasinya. Namun, pendekatan tersebut menimbulkan biaya administrasi yang tinggi.

Berbeda dengan AS, negara-negara Uni Eropa mengandalkan kurs referensi harian (Euro Foreign Exchange Reference Rates) yang dipublikasikan oleh European Central Bank (ECB) sebagai acuan perhitungan pajak.

Sistem tersebut memang tidak sepenuhnya menghapus selisih kurs transaksi dengan kurs referensi, tetapi cukup efektif memperkecil celah tanpa mengabaikan volatilitas euro.

Sementara itu, beberapa negara Asia Tenggara yang menganut sistem kapitalisme campuran cenderung menerapkan kurs transaksi riil untuk mewujudkan keadilan dan akurasi pajak.

Menyimak praktik di negara-negara lain, terdapat beberapa solusi yang dapat diadaptasi Indonesia agar sistem kurs pajak lebih adil, akuntabel, dan efisien.

Kurs transaksi dapat digunakan sebagai dasar perhitungan pajak dengan kurs referensi harian sebagai batas kendali yang sah. Dengan begitu, stabilitas basis pajak tetap terjaga tanpa mengorbankan realitas pasar.

Langkah tersebut bisa menjadi alternatif jangka pendek untuk memperkecil celah fiskal, sebelum disusul reformasi sistem pelaporan dan verifikasi yang lebih terintegrasi.

Sistem Customs-Excise Information System and Automation (CIESA) dan Sistem Informasi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (SIKUPVA) yang sudah berjalan dapat dikembangkan lebih lanjut secara komprehensif dengan melibatkan instrumen blockchain dan artificial intelligence (AI).

Dengan begitu, laporan kegiatan dan realisasi transaksi valas ekspor-impor dapat tercatat permanen dalam blockchain. Selanjutnya, AI bisa berperan sebagai auditor otomatis untuk menganalisis anomali transaksi yang menyimpang dari kurs referensi harian.

Meski demikian, pertanyaan tentang sejauh mana ‘batas’ transaksi dapat disebut sebagai anomali dalam acuan kurs referensi masih perlu ditinjau lebih mendalam melalui riset yang akuntabel.

Pada akhirnya, sistem kurs pajak Indonesia perlu bertransformasi agar mampu menjawab tantangan zaman. Reformasi yang menyeimbangkan kepastian hukum dengan refleksi realitas pasar akan memperkecil celah fiskal sekaligus menjaga iklim usaha tetap sehat.

Alhasil, kurs pajak bukan lagi sekadar kompromi praktis, tetapi instrumen strategis dalam menjaga penerimaan negara. Perubahan menuju sistem yang lebih adil dan adaptif akan memastikan simfoni kurs pajak sejalan dengan realita ekonomi sehingga mendukung penerimaan pajak yang berkelanjutan sekaligus pertumbuhan ekonomi nasional.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.