Kasubdit Penyuluhan Perpajakan DJP Inge Diana Rismawanti memaparkan materi. (tangkapan layar Zoom)
TANGERANG, DDTCNews – Pencegahan fraud dalam aspek perpajakan sangat krusial mengingat pentingnya peran pajak bagi perekonomian negara.
Dekan Pascasarjana Perbanas Institute Haryono Umar menyebut financial crime fraud harus dihindarkan dari aspek perpajakan. Financial crime fraud terbagi menjadi tiga jenis, yakni conversion (mengubah), concealment (menutupi atau menyembunyikan), dan theft (mengambil uang atau kekayaan).
“Sesuatu yang disebut sebagai fraud harus memenuhi ketiga unsur tersebut,” jelas Haryono, dalam webinar bertajuk Whistleblowing System dan Pencegahan Fraud dalam Aspek Perpajakan, Senin (14/6/2021).
Ada 3 bentuk fraud yang terkait dengan financial crime. Pertama, fraudulent financial reporting atau membuat laporan yang tidak benar, seperti melakukan manajemen laba. Kedua, asset misappropriation, misalnya penggunaan kendaraan dinas yang tidak semestinya. Ketiga, corruption.
Lebih lanjut, Haryono menjelaskan lima alasan yang membuat seseorang melakukan fraud. Kelima alasan tersebut meliputi opportunity (kesempatan), pressures (tekanan), rationalization (pembenaran), capability (kemampuan), dan integrity (integritas).
“Semua itu terjadi karena kehilangan integritas. Jika seseorang berintegritas, walaupun ada kesempatan, tekanan, dan kemampuan, dia tetap tidak akan melakukan fraud,” pungkas Haryono.
Kasubdit Penyuluhan Perpajakan DJP Inge Diana Rismawanti mengungkapkan DJP menjadi institusi pertama yang membuat perdirjen tentang whistleblowing system (WBS). WBS itu diperlukan untuk pertahanan dan perlawanan atas korupsi, peningkatan kepercayaan publik, serta kepedulian terhadap institusi.
“Dalam PER-22/PJ/2011, WBS dilaksanakan untuk mencegah dan melakukan deteksi dini atas pelanggaran yang mungkin terjadi di lingkungan DJP. Pencegahan dan deteksi dini itu dilakukan dengan meningkatkan peran pegawai dan masyarakat sebagai pelapor pelanggaran (whistleblower),” jelas inge
Inge menyebut ada tiga prinsip dasar WBS. Pertama, prevention (mencegah pelaku melakukan pelanggaran). Kedua, early detection (mendorong partisipasi whistleblower). Ketiga, proper investigation (melakukan penanganan yang efektif).
Inge menekankan identitas pelapor wajib dirahasiakan. Selain itu, pelapor juga memiliki hak dan bisa mendapatkan penghargaan tertentu. Inge selanjutnya menyebutkan 6 saluran pengaduan yang dapat dipilih pelapor, di antaranya melalui kring pajak atau email.
Dalam kesempatan tersebut, Inge juga menjabarkan tentang tindak lanjut dari pengaduan melalui WBS, tindakan atas pengaduan palsu, pengendalian internal dalam DJP, internalisasi nilai DJP, serta upaya pencegahan yang dilakukan DJP.
“Beberapa pengaduan memang dibuka secara luas dengan harapan ada masukan dari masyarakat dan bisa ditindak secara cepat serta tidak meluas pada hal yang tidak diinginkan,” imbuh Inge.
Adapun agenda ini diselenggarakan Tax Center Universitas Pembangunan Jaya (UPJ). Kepala Tax Center sekaligus Pembina Relawan Pajak UPJ Agustina Dwianika dalam opening speech-nya mengatakan acara tax goes to campus diselenggarakan untuk memberikan pemahaman tentang pajak sebagai pilar utama pembangunan pada generasi muda.
Dekan Fakultas Humaniora dan Bisnis (FHB) UPJ Clara Citraningtyas menyatakan acara ini sangat bermanfaat untuk menyadarkan generasi muda agar sadar dan menguatkan pajak.Pasalnya, pajak sangat penting karena menjadi sumber pendapatan negara untuk melakukan pembangunan. (kaw)