YOGYAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dinilai perlu segera memberlakukan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk mendorong masyarakat hidup sehat.
Ketua Health Promoting University (HPU) Universitas Gadjah Mada Yayi Suryo Prabandari mengatakan pengenaan cukai MBDK bukan hanya untuk meningkatkan penerimaan negara. Menurutnya, pemungutan cukai MBDK juga dapat mendorong masyarakat beralih pada pola hidup yang lebih sehat, terutama kalangan muda.
"Kita perlu mendorong kesadaran hidup sehat di kalangan mahasiswa dan masyarakat, terutama terkait konsumsi gula yang tinggi karena berisiko terkena penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi semakin meningkat," katanya dalam seminar Si Manis Bikin Krisis: Menelisik Dampak Cukai MBDK dari Sisi Ekonomi, Kesehatan, & Hukum, dikutip pada Senin (29/9/2025).
Yayi yang juga Kepala Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial FK-KMK UGM menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak cukai MBDK dari sisi ekonomi, kesehatan, dan hukum. Keberadaan ruang diskusi soal cukai MBDK di kampus pun diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran baru untuk lebih kritis, peduli, dan berani mengambil sikap demi masa depan yang lebih sehat.
UGM mengadakan seminar soal cukai MBDK untuk merespons tren makanan dan minuman modern yang seringkali sarat gula, baik dalam kemasan maupun olahan. Fenomena tersebut membuat masyarakat lebih berisiko terkena penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi.
Sayangnya, industri sering menggunakan strategi pemasaran yang menonjolkan kandungan vitamin atau kalsium, tetapi menutupi tingginya kadar gula. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk segera memberlakukan cukai MBDK untuk menekan beban kesehatan sekaligus memperkuat jaminan sosial.
Pada kesempatan yang sama, Project Lead Food Policy CISDI Nida Adzilah Auliani menjelaskan cukai merupakan pungutan negara terhadap barang tertentu yang memiliki dampak negatif. Dalam konteks MBDK, cukai bertujuan mendorong masyarakat mengurangi konsumsi dan sekaligus mendorong industri untuk beradaptasi dengan memproduksi minuman yang lebih sehat.
Dia lantas memaparkan urgensi di balik pentingnya penerapan cukai MBDK di Indonesia. Saat ini, Indonesia menempati posisi kelima sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes dewasa terbanyak di dunia, yaitu mencapai 20,4 juta orang.
Dalam 1,5 dekade terakhir, jumlah penduduk dengan obesitas juga meningkat 2 kali lipat, yaitu mencapai 23,4 juta orang pada 2023. Lebih lanjut, studi CISDI pada 2025 menunjukkan sekitar 68% rumah tangga di Indonesia mengonsumsi setidaknya 1 jenis MBDK setiap pekannya.
Data ini memperjelas peran MBDK sebagai salah satu penyebab utama penyakit tidak menular seperti diabetes di Indonesia. Sementara, beban negara akibat konsumsi MBDK juga cukup berat.
Pembiayaan BPJS untuk penyakit katastropik terkait obesitas, diabetes, dan hipertensi meningkat hingga 43%, setara dengan Rp6-Rp10 triliun. Tanpa ada pengendalian konsumsi MBDK, beban pembiayaan kesehatan negara juga ikut meningkat.
"Dengan penerapan cukai, harga MBDK diharapkan akan naik sehingga menurunkan tingkat konsumsi, atau justru malah mendorong industri menciptakan produk yang lebih sehat," ujarnya dilansir laman resmi UGM.
Berdasarkan studi CISDI pada 2025, penerapan cukai sebesar 20% diperkirakan dapat menurunkan konsumsi MBDK hingga 18%. Proyeksi ini juga menunjukkan bahwa kebijakan cukai MBDK mampu mencegah 3,1 juta kasus baru diabetes tipe 2 serta 455.000 kematian akibat diabetes hingga 2033.
Sementara itu, secara ekonomi, terdapat potensi penghematan atas kerugian produktivitas sebanyak Rp40,6 triliun hingga 2033.
Nida menambahkan cukai MBDK sebenarnya bukanlah hal baru karena kebijakan ini telah diadopsi oleh 108 negara di dunia. Cukai MBDK diterapkan dengan 3 model utama, yaitu ad valorem (persentase dari harga produk), spesifik berdasarkan volume, atau spesifik berdasarkan kandungan gula.
Di Indonesia, pemerintah telah menyampaikan rencana pengenaan cukai MBDK kepada DPR pada awal 2020. Pemerintah dan DPR kemudian mematok target penerimaan cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun.
Setelahnya, target cukai MBDK rutin masuk dalam APBN. Pada APBN 2025, cukai MBDK ditargetkan senilai Rp3,8 triliun.
Pemerintah sempat menyatakan MBDK akan ditetapkan sebagai BKC dan dipungut cukai paling cepat pada semester II/2025, tetapi masih tertunda.
Adapun pada 2026, pemerintah dalam nota keuangan RAPBN 2026 sudah menuliskan rencana ekstensifikasi cukai guna mendukung penerimaan negara yang optimal, salah satunya melalui kebijakan cukai MBDK. (dik)