Managing Partner DDTC Darussalam menyampaikan paparan dalam seminar revitalisasi kurikulum di UNS Solo, Kamis (7/12). (Foto: Hessy Erlisa Frasti/ DDTCNews)
SOLO, DDTCNews—Dunia pendidikan, khususnya ekonomi, akuntansi dan perpajakan, harus segera merespons perkembangan ekonomi digital dengan melakukan revitalisasi kurikulum, mengingat sektor tersebut akan semakin berkembang pesat dan memengaruhi dunia bisnis secara umum.
Managing Partner DDTC Darussalam menegaskan di bidang pajak sendiri, dunia internasional belum memiliki satu formula yang disepakati secara umum untuk mengantisipasi pemajakan ekonomi digital yang perkembangannya semakin deras.
“Seluruh negara di dunia belum memiliki aturan atau konsensus bersama untuk memajaki aktivitas bisnis secara digital. Dunia pendidikan perlu merespons situasi ini dengan cepat dengan memasukkan dinamika tersebut ke dalam kurikulum,” ujarnya dalam satu seminar di Kampus FEB UNS Solo, Kamis (7/12).
Darusssalam mengungkapkan hal tersebut dalam seminar bertema Revitalisasi Kurikulum pada Era Digital yang digelar Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS. Acara ini dihadiri beberapa pimpinan Prodi di FEB UNS serta perwakilan prodi Akuntansi di Universitas se-Solo Raya dan Yogyakarta.
Selain Darussalam, tampil sebagai narasumber adalah Guru besar Akuntansi UNS Prof. Djoko Suhardjanto, PhD, Dosen Akuntansi UNS dan Ketua Rumpun Governance dan CSR IAI KAPd Hasan Fauzi, PhD, Direktur Utama PT. Konsolindo Informatika Perdana Banu Wimbadi, serta Staf Ahli Rektor UNS Sutanto, PhD.
Dalam kesempatan itu, Darussalam menegaskan isu pajak dalam konteks digital adalah bagaimana memerangi bisnis dengan model tersebut agar patuh membayar pajak. Indonesia sendiri belum memiliki regulasi yang khusus untuk memajaki sektor tersebut, sementara perkembangannya semakin deras.
Karena itu, ia menyarankan agar Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo berinisiatif mengembangkan kurikulumnya dengan memasukkan mata kuliah pajak internasional dan transfer pricing sebagai antisipasi atas perkembangan tersebut.
“Dunia pendidikan harus responsif dengan perkembangan, karena kalau tidak akan semakin ketinggalan. Peran dosen adalah bagaimana membuat kurikulum yang bisa mengantisipasi perkembangan pajak di kemudian hari, karena ini yang akan turut menentukan kualitas SDM yang dihasilkan nanti,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Dekan FEB UNS Hunik Sri Runing Sawitri mendukung agar Prodi Akuntansi FEB UNS mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan perkembangan zaman. “Untuk itulah seminar ini diadakan, yaitu agar bagaimana kurikulum kita tidak ketinggalan zaman,” katanya.
Djoko Suhardjanto berpendapat fenomena bisnis online saat ini sudah semakin berkembang. “Era ekonomi digital ini akan berdapak dengan akuntansi keuangan, akuntansi biaya, sistem pengendalian manajemen, dan auditing,“ ujarnya.
Menurut Hasan Fauzi, revitalisasi kurikulum perlu karena cara pandang akuntansi kini telah berubah, dari sebelumnya hanya debit-kredit sesuai narasi kapitalisme, menjadi extended information seperti pendapat Robert H. Herz dalam More Accounting Changes dan John Flowe dalam The Social Function of Accounts.
Banu Wimbadi mengatakan dunia bisnis saat ini sudah semakin memanfaatkan teknologi. “Dengan aplikasi berbasis in-memory computing, sudah tidak ada perpindahan fisik laporan. Karena itu perlu penyesuaian materi dan metode pengajaran dengan perkembangan teknologi.” (Gfa/Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.