HASIL SURVEI PERSIDANGAN ONLINE

Prioritas Sengketa Sidang Online Pengadilan Pajak, Ini Hasil Surveinya

Redaksi DDTCNews
Rabu, 26 Januari 2022 | 17.09 WIB
Prioritas Sengketa Sidang Online Pengadilan Pajak, Ini Hasil Surveinya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Masyarakat memiliki beragam pendapat mengenai kriteria sengketa yang perlu diproritaskan menggunakan persidangan online di Pengadilan Pajak.

Hal tersebut terlihat dari hasil survei yang dilakukan bersamaan dengan debat DDTCNews periode 30 Desember 2021—19 Januari 2022. Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 77,24% peserta debat setuju tetap diberlakukannya persidangan online di Pengadilan Pajak pascapandemi Covid-19.

Dari 123 pengisi survei tersebut, sebanyak 61% memilih sengketa dengan proses persidangan acara cepat yang perlu diprioritaskan menggunakan sidang online. Pilihan itu diambil dengan kondisi jika persidangan online dilakukan secara terbatas.

Sebanyak 59% responden memilih prioritas dapat diberikan untuk sengketa yang tidak membutuhkan banyak pembuktian dokumen. Sebanyak 37% pengisi survei memilih sengketa pajak dengan nominal sengketa lebih dari Rp1 miliar. Kemudian, ada 23% responden yang memilih prioritas pada gugatan.

Terkait dengan proporsi jumlah Majelis Pengadilan Pajak yang melakukan persidangan online, sebanyak 77% responden memilih minimal 50% hingga 100%. Sementara itu, 21% pengisi survei memilih setidaknya 25% dari jumlah majelis.  

Masih berdasarkan pada hasil survei, sebanyak 53% responden memilih persidangan di Pengadilan Pajak pascapandemi sebaiknya dilakukan dalam 2 skema, yaitu on-site dan online. Sebanyak 37% responden memilih on-site atau kehadiran fisik. Sementara 10% pengisi survei memilih online.

Rafly Faisal berpendapat pelaksanaan sidang online diatur oleh Mahkamah Agung. Adapun tujuanya untuk melindungi pihak-pihak terkait dari ancaman penyebaran Covid-19. Namun, menurutnya, kebijakan ini perlu dikaji ulang.

“Untuk mengetahui apakah sidang online ke depan hanya diberlakukan dalam keadaan darurat atau dapat menggantikan sidang offline secara permanen,” ujarnya.

Dalam ulasan sebelumnya diketahui banyak responden yang setuju persidangan online dapat memangkas biaya yang dikeluarkan wajib pajak dan negara. Simak ‘Sidang Online Pengadilan Pajak Diyakini Pangkas Biaya dan Hemat Waktu’.

Selain itu, pembuktian data dan/atau dokumen pada persidangan online di Pengadilan Pajak diyakini lebih efisien. Simak ‘Pembuktian Data di Sidang Online Pengadilan Pajak, Ini Hasil Surveinya’.

Chelsea berpendapat dengan adanya persidangan online, banyak penyelesaian sengketa bisa dilakukan dengan lebih cepat tanpa tatap muka langsung. Namun, menurutnya, ada 2 hal yang perlu diperhatikan sebelum uji coba dan pelaksanaan sidang online.

“Keduanya adalah sosialisasi cara sidang online yang jelas beserta hal-hal yang diperlukan serta kesiapan infrastruktur penyelenggara dan peserta,” ujarnya.

Ferry mengatakan jika menggunakan persidangan online, perlu adanya pembuatan alur yang transparan dan praktis. Berdasarkan pada pengalamannya terkait dengan kegiatan online, sering ada kendala kurang jelasnya informasi.

Kusuma berpendapat belum adanya regulasi/landasan hukum yang jelas dan lengkap untuk pelaksanaan persidangan online berisiko terhadap dianulirnya keputusan sidang. Jika sudah ada landasan hukumnya, perlu penafsiran yang adil dan mewakili dengan pertimbangan teknis dan segala kemungkinan.

“Agar dapat memberikan kepastian hasil hukum yang sah,” kata Kusuma.

Seperti diketahui, awalnya, penerapan persidangan online menjadi pilihan majelis-majelis sidang di luar tempat kedudukan (SDTK) mulai Juni 2020. Selanjutnya, mulai Agustus 2021, persidangan online juga mulai dilakukan pada majelis-majelis sidang di tempat kedudukan (Jakarta).

Skema persidangan online ini sudah diamanatkan dalam Keputusan Ketua Pengadilan Pajak No.KEP-016/PP/2020. Salah satu pertimbangan diterbitkannya keputusan ini adalah tuntutan perkembangan zaman yang mengharuskan adanya proses persidangan di pengadilan yang lebih efektif dan efisien.

Keputusan itu dibuat dengan mempertimbangkan 2 payung hukum yang telah ada. Pertama, Undang-Undang (UU) Pengadilan Pajak. Kedua,Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.

Adapun tata cara persidangan secara elektronik tercantum dalam lampiran KEP-016/PP/2020. Persidangan secara elektronik berlaku untuk acara sidang pemeriksaan dan/atau pengucapan putusan sesuai dengan rencana umum sidang yang sudah ditetapkan oleh panitera pengganti. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.