Ilustrasi.
MANILA, DDTCNews - Menteri Keuangan Filipina Carlos G. Dominguez III menolak usulan DPR untuk menerapkan pajak kekayaan lantaran berpotensi mendorong penghindaran pajak secara agresif dan membuat investor lari dari Filipina.
"Banyak negara yang sebelumnya mengenakan pajak kekayaan akhirnya mencabut langkah-langkah tersebut, terutama karena meningkatnya mobilitas modal dan akses ke suaka pajak di negara lain," kata Dominguez, dikutip pada Senin (22/11/2021).
Usulan pajak kekayaan dari DPR tersebut termuat dalam RUU 10253 sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Namun, menkeu memandang usulan tersebut justru menghambat investasi dalam jangka panjang.
Selain itu, lanjut Dominguez, investasi yang berkurang akan menyebabkan kerugian yang jauh lebih besar dari sisi penerimaan pajak. Dia juga khawatir peluang pembukaan lapangan kerja baru menurun sehingga masyarakat sulit pulih dari pandemi Covid-19.
RUU 10253 mengusulkan individu dengan aset kena pajak yang lebih dari P1 miliar atau Rp281,4 miliar harus membayar pajak 1%. Untuk aset kena pajak lebih dari P2 miliar dikenakan pajak 2%, dan 3% untuk aset kena pajak di atas P3 miliar.
Dominguez menambahkan RUU tersebut tidak konsisten dengan upaya pemerintah menarik lebih banyak investasi. Oleh karena itu, pajak kekayaan tidak sejalan dengan rezim pajak yang berjalan saat ini.
Sementara itu, UU Reformasi Pajak untuk Percepatan dan Inklusi (Tax Reform for Acceleration and Inclusion/TRAIN) telah menaikkan tarif pajak sebesar 35%, dari sebelumnya 32%, untuk wajib pajak orang pribadi dengan penghasilan kena pajak melebihi P8 juta per tahun.
Kemudian, menkeu juga menyebut ketentuan pajak daerah telah dikenakan atas aset real estat dan properti. "Pajak kekayaan sering gagal memenuhi tujuan redistribusi kekayaan sebagai akibat dari basis pajak yang sempit dan penghindaran pajak," ujarnya dilansir mb.com.ph. (rig)