Gedung Ditjen Pajak. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) optimistis tingkat pemulihan (recovery rate) atas kerugian penerimaan negara akibat praktik pengemplangan pajak bakal meningkat pada 2022.
Direktur Penegakan Hukum DJP Eka Sila Kusna Jaya mengatakan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memberikan wewenang bagi penyidik untuk melakukan kegiatan sita aset.
"Penyitaan aset sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 ayat (2) huruf j UU KUP jo UU HPP tersebut dimaksudkan sebagai jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara," katanya, dikutip pada Minggu (6/3/2022).
Sejak berlakunya UU HPP pada 29 Oktober 2021 hingga akhir Desember 2021 saja, tercatat nilai aset milik tersangka yang disita DJP mencapai hampir Rp18 miliar. Nilai tersebut berasal dari 18 kegiatan penyitaan pada 2 bulan tersebut.
Dengan adanya penyitaan aset, pemulihan atas kerugian pada pendapatan negara dapat diamankan sejak tahap penyidikan. Risiko hilangnya aset atau dipindahtangankannya aset dapat dimitigasi sejak dini.
"Risiko ini yang menyebabkan eksekusi pidana denda tidak optimal selama ini sehingga kerugian pada pendapatan negara tidak terpulihkan," ujar Eka.
Penyitaan aset bakal membantu jaksa dalam melakukan eksekusi pidana denda dalam hal terdakwa tidak membayar denda. Ketentuan baru ini diharapkan dapat mengoptimalkan pemulihan kerugian negara melalui kegiatan penyidikan.
Untuk diketahui, wewenang penyidik untuk menyita harta wajib pajak merupakan wewenang baru yang disepakati pemerintah dan DPR pada UU HPP.
Ketika penyidik tak memiliki kewenangan untuk menyita aset, tersangka dapat menyembunyikan aset dan menghindari pembayaran atas pidana denda. Akibatnya, recovery rate atas kerugian penerimaan negara hanya sebesar 0,05% dari nilai yang diputus di pengadilan. (rig)