BERITA PAJAK HARI INI

DJP Bakal Beri Ketentuan Transisi Pengecualian Dividen dari Objek PPh

Redaksi DDTCNews
Jumat, 11 Desember 2020 | 08.15 WIB
DJP Bakal Beri Ketentuan Transisi Pengecualian Dividen dari Objek PPh

Ilustrasi. Kantor Pusat DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan memberikan ketentuan transisi atas kebijakan pengecualian dividen dari objek pajak penghasilan (PPh). Langkah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (11/12/2020).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan sesuai dengan UU PPh yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja, untuk dividen dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan dalam negeri sudah langsung dikecualikan dari objek PPh. Dengan demikian, tidak ada pemungutan PPh.

Namun, untuk dividen dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi, harus memenuhi syarat diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Hingga saat ini, periode dan instrumen investasi yang dimaksud masih digodok pemerintah.

“Jadi, mungut atau enggak, ya mangga [diserahkan kepada wajib pajak]. Kami akan transisikan. Jadi, sampai aturan baru muncul, kami transisikan. Kalau yang sudah pungut seperti apa, yang belum pungut seperti apa,” ujar Suryo.

Adapun untuk dividen dan penghasilan setelah pajak dari bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri bisa dikecualikan dari objek PPh sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis lainnya Indonesia dalam jangka waktu tertentu serta memenuhi salah satu persyaratan.

Persyaratan yang dimaksud adalah pertama, dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit 30% dari laba setelah pajak. Kedua, dividen berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum dirjen pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut.

Selain mengenai pengecualian dividen dari objek PPh, ada pula bahasan terkait dengan pengumuman kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok yang berlaku mulai 1 Februari 2020. Simak artikel ‘Sri Mulyani: Tarif Cukai Rokok 2021 Naik 12,5%! Ini Perinciannya’.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Disesuaikan dengan Kriteria

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan ketentuan transisi terkait dengan pengecualian dividen dari objek PPh akan lebih banyak memengaruhi dividen yang mensyaratkan investasi. Namun, saat ini, wajib pajak bisa memilih untuk memungut atau tidak memungut PPh.

“Semangat yang dibawa UU ini adalah dividen tidak dipungut pajak tapi konkretkan dengan aktivitas. Jadi, jika nanti bentuk investasinya enggak cocok, ya konsekuensinya harus bayar [kalau belum memungut]. Kalau sudah pungut, ya nanti dikembalikan,” katanya. (DDTCNews)

  • Tarif untuk SKT Tidak Naik

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kenaikan tarif CHT atau cukai rokok pada 2021 rata-rata sebesar 12,5%. Kenaikan tarif ini masih terjadi dalam suasana pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah telah mencoba menyeimbangkan aspek kesehatan dan kondisi perekonomian. Kenaikan tarif berlaku pada setiap golongan produk, kecuali sigaret kretek tangan (SKT).

“Rata-rata kenaikan tarif cukai adalah sebesar 12,5%. Ini dihitung rata-rata tertimbang berdasarkan jumlah produksi dari masing-masing jenis dan golongan,” ujar Sri Mulyani. Simak artikel ‘PMK Masih Diharmonisasi, Kenaikan Cukai Rokok Berlaku Februari 2021’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

  • Simplifikasi Tarif Cukai Rokok

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tidak ada simplifikasi struktur tarif cukai rokok pada 2021. Kebijakan itu untuk mencegah pabrikan rokok mengalami pukulan ganda setelah pemerintah menaikkan tarif CHT rata-rata 12,5% pada tahun depan.

“Kami tidak melakukan simplifikasi. Namun, dalam hal ini, pemerintah tetap memberikan sinyal bahwa simplifikasi itu digambarkan dalam bentuk perbedaan celah tarif yang makin diperkecil,” ujar Sri Mulyani.

Sri Mulyani mengatakan penyempitan gap tarif itu diberlakukan untuk sigaret kretek mesin (SKM) golongan IIA dan IIB.  Kebijakan serupa juga berlaku untuk sigaret putih mesin (SPM) golongan IIA dan IIB. Simak artikel ‘Tidak Ada Simplifikasi Tarif Cukai Rokok 2021, Ini Langkah Sri Mulyani’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan

Ditjen Pajak (DJP) bersama pemenang tender pengadaan system integrator serta tender jasa konsultansi manajemen proyek dan penjaminan kualitas menandatangani kontrak untuk pekerjaan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penandatanganan kontrak dan pakta integritas sebagai bagian penting dalam merintis pengadaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) yang betul-betul diinginkan otoritas untuk mendukung optimalisasi penerimaan negara.

Dengan penandatanganan kontrak tersebut, DJP dan para penyedia akan melaksanakan pekerjaan pembaruan sistem yang diawali dengan rancang ulang seluruh proses bisnis perpajakan. Modernisasi sistem dan redesign proses bisnis ini diharapkan akan meningkatkan kapabilitas dan kinerja DJP. (DDTCNews/Kontan)

  • Surat Paksa

Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 189/2020, jika penanggung pajak belum melunasi utang pajak setelah lewat waktu 21 hari terhitung sejak tanggal surat teguran disampaikan, pejabat menerbitkan surat paksa.

Sesuai dengen ketentuan dalam PMK yang berlaku sejak 27 November 2020 tersebut, surat paksa yang telah terbit diberitahukan kepada penanggung pajak secara langsung oleh juru sita. Simak artikel ‘Bisa Diumumkan Lewat Media Massa, Ini Cara Pemberitahuan Surat Paksa’. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.