Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fauzi Amro. (Foto: DPR/Geraldi/Andri)
JAKARTA, DDTCNews - Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro meyakini bahwa penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak atas transaksi pedagang online akan mengerek penerimaan pajak.
Tak hanya itu, Fauzi menilai otoritas pajak juga dapat menghimpun data dan informasi wajib pajak khususnya pedagang online, ketika kebijakan tersebut diterapkan.
"[Pemungutan pajak] e-commerce itu akan menambah pendapatan negara. Jadi, [sumber penerimaan] dari minuman berpemanis ditambah [pajak] e-commerce," katanya, dikutip pada Selasa (8/7/2025).
Meski begitu, Fauzi mewanti-wanti pemerintah untuk menggodok regulasi dengan tepat. Menurutnya, kebijakan tersebut perlu parameter yang jelas, seperti besaran tarif hingga objek pajak, ketika akan diterapkan.
Dia juga berharap kebijakan tersebut tidak sampai memberatkan para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) ataupun usaha yang baru saja berdiri.
"Jangan sampai e-commerce berupa UMKM atau yang baru mau tumbuh [langsung kena pajak], kita enggak mau,” tuturnya.
Wacana mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut pajak atas transaksi pedagang online sudah menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Fauzi pun berharap Dirjen Pajak Bimo Wijayanto segera menyusun strategi dan ketentuan terkait.
Sebelumnya, DJP memberikan penjelasan terkait dengan rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22. Namun, DJP menegaskan kebijakan tersebut bukanlah pungutan pajak jenis baru.
Dalam keterangan tertulis, DJP membeberkan 6 poin utama terkait dengan penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan merchant di marketplace. Pertama, pemungutan ini bukan merupakan jenis pajak baru.
Kedua, UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta tidak dipungut pajak. Ketiga, pemungutan PPh Pasal 22 tersebut bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kemudahan.
Keempat, e-commerce juga bakal ditunjuk sebagai pemungut pajak guna memperkuat pengawasan dan menutup celah shadow economy. Kelima, pemerintah tidak buru-buru menerapkan kebijakan ini, dan hingga saat ini ketentuannya masih dalam tahap finalisasi.
Keenam, DJP tetap memprioritaskan aspirasi, komunikasi, dan koordinasi lintas sektor dalam proses penyusunan kebijakan ke depannya. (rig)