Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Guna menyelaraskan proses bisnis serta teknologi informasi di DJBC, pemerintah akan menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) perihal penundaan/pengangsuran utang kepabeanan dan cukai.
Kasubdit Penerimaan Direktorat Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Lupi Hartono mengatakan RPMK itu akan menyederhanakan ketentuan penundaan/pengangsuran utang kepabeanan dan cukai yang selama ini masih terpisah-pisah.
"Kami sedang simplifikasi peraturan-peraturan dan akan diselaraskan dengan perkembangan IT yang kemudian diterapkan Bea dan Cukai," katanya dalam public hearing RPMK penundaan/pengangsuran utang kepabeanan dan cukai, Kamis (2/3/2023).
Selama ini, lanjut Lupi, ketentuan mengenai penundaan/pengangsuran utang kepabeanan diatur dalam PMK 122/2017. Sementara itu, ketentuan penundaan/pengangsuran utang untuk cukai diatur dalam PMK 116/2008.
Batas waktu pengajuan penundaan/pengangsuran utang juga tidak seragam. Pada kepabeanan, batas waktu maksimal 40 hari setelah penetapan, sedangkan untuk cukai hanya diberikan maksimal 15 hari setelah tagihan diterima.
Dalam RPMK, ketentuan mengenai penundaan/pengangsuran utang kepabeanan dan cukai akan dibuat dalam 1 PMK. Terkait dengan batas waktu pengajuannya, direncanakan paling lama sebelum surat paksa diberitahukan.
Selain soal batas waktu pengajuan yang singkat, Lupi memandang persyaratannya juga memberatkan seperti likuiditas dan solvabilitas masing-masing kurang atau sama dengan 0,5, serta rentabilitas kurang atau sama dengan -2.
Ketentuan penundaan/pengangsuran utang kepabeanan dan cukai dalam PMK 122/2017 dan PMK 116/2008 juga dinilai tidak business friendly terhadap pengusaha kecil. Sebab, pemohon wajib untuk melampirkan laporan keuangan audited serta menyerahkan jaminan aset berwujud.
"Jadi ada persyaratan yang tidak in line sehingga perlu kami luruskan," ujar Lupi.
Dia menambahkan pada RPMK juga akan memuat hal-hal yang belum diatur seperti mengakomodasi keadaan kahar untuk utang kepabeanan, serta putusan badan peradilan sengketa pajak sebagai objek penundaan/pengangsuran.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Kepabeanan dan Cukai DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Widijanto menilai simplifikasi ketentuan penundaan/pengangsuran utang kepabeanan dan cukai sangat diperlukan untuk mempermudah pengguna jasa.
Menurutnya, penundaan/pengangsuran utang biasanya diajukan pengusaha yang memang memiliki niat baik untuk menyelesaikan kewajibannya.
"ALFI sangat mengapresiasi karena ternyata ada perubahan peraturan, khususnya masalah utang yang sampai saat ini masih menjadi kendala untuk para pelaku [usaha]," tuturnya. (rig)