Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan kajian terkait dengan implikasi dari ketentuan pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) terhadap fasilitas pajak berupa tax holiday.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah saat ini sedang mengkaji opsi yang bisa diambil pemerintah apabila proposal Pilar 2 dan tarif pajak korporasi minimum global sebesar 15% berlaku.
"Jika terdapat penerbitan ketentuan perpajakan terbaru, akan segera kami diseminasikan kepada masyarakat luas," katanya, Kamis (28/10/2021).
Dari beragam opsi yang sedang dibahas, sambung Neilmaldrin, kebijakan perluasan fasilitas pajak berupa insentif tax allowance dan investment allowance juga bakal dipertimbangkan pemerintah.
Untuk diketahui, tercapainya persetujuan 136 yurisdiksi Inclusive Framework terhadap ketentuan tarif pajak minimum mendorong pemerintah untuk memikirkan ulang insentif pajak yang diberikan kepada korporasi multinasional guna menarik investasi, khususnya tax holiday.
Dengan adanya ketentuan tarif pajak minimum global tersebut, tax holiday dinilai tidak lagi menjadi instrumen yang ideal untuk menarik investasi.
Apabila ketentuan tarif pajak korporasi minimum global sebesar 15% berlaku, penghasilan korporasi multinasional yang tidak dipajaki di Indonesia berkat insentif bakal dipajaki oleh yurisdiksi domisili tempat perusahaan induk berada.
Dengan demikian, tax holiday tidak memberikan keuntungan bagi investor, tetapi justru memberikan tambahan penerimaan pajak bagi yurisdiksi domisili.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sebelumnya menuturkan pemerintah saat ini sedang menyiapkan insentif baru, baik pajak maupun nonpajak untuk menggantikan tax holiday.
Kebijakan yang dirancang tersebut diharapkan tetap dapat menarik investasi serta menguntungkan bagi investor, negara, dan rakyat. (rig)