JAKARTA, DDTCNews – Maraknya kasus suap yang menjerat aparat pajak membuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperketat prosedur operasional atau standar operational procedure (SOP) bagi petugas pajak dalam berhubungan dengan wajib pajak. Berita tersebut menjadi topik utama beberapa media nasional pagi ini, Rabu (29/3).
Selain melarang pertemuan di luar jam kantor, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga melarang aparat pajak untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan angka-angka yang tidak jelas. Larangan ini menyangkut seluruh bisnis pemungutan pajak yang harus dilakukan petugas pajak (fiskus).
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan SOP baru ini akan mulai berlaku efektif bagi petugas pajak pada April 2017 setelah program amnesti pajak berakhir. Dalam SOP yang baru ini, ujar Ken, fiskus yang tidak memiliki data yang valid, maka tidak akan dikeluarkan surat perintah pemeriksaan pajak.
Kabar lainnya datang dari Ditjen Pajak yang menyasar para nasabah kartu kredit dan Bank Indonesia yang ternyata belum memberikan izin untuk penerbitan Kartin 1. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Ditjen Pajak terus memburu data-data para wajib pajak. Sasaran kali ini adalah para pemilik kartu kredit. Melalui Surat Kementerian Keuangan No.S-119/PJ.10/2017 yang dikeluarkan pada tanggal 25 Maret 2017, Kementerian Keuangan meminta agar bank atau lembaga penyelenggara kartu kredit menyerahkan data-data nasabah kartu kreditnya.
Ditjen Pajak akan meluncurkan bentuk awal (purwarupa) Kartu Indonesia Satu atau Kartin 1 pada Jumat (31/3). Kartu ini akan menjadi identitas baru bagi wajib pajak untuk memudahkan pemerintah dalam merekam seluruh aktivitas ekonomi wajib pajak. Kendati demikian, Kartin 1 ini masih berupa purwarupa atau contoh. Sebab, penerbitannya masih membutuhkan izin dari beberapa institusi terkait, seperti penggunaan e-money dan e-toll yang membutuhkan izin dari Bank Indonesia (BI), Surat Izin Mengemudi (SIM) yang membutuhkan izin dari Polri dan kartu BPJS yang membutuhkan izin dari Lembaga BPJS.
Walau sudah diampuni, wajib pajak yang sudah mengikuti amnesti pajak masih belum bisa bernafas lega, lantaran mereka tetap harus berkewajiban melaporkan perubahan data harta yang sudah dilaporkan tiap tahun, selama tiga tahun berturut-turut. Kewajiban ini berubah dari sebelumnya yang hanya enam bulan sekali. Hal ini sehubungan dengan PMK 141/PMK.03/2016 terkait dengan holding period tiga tahun atas harta di dalam negeri, baik hasil repatriasi maupun deklarasi dalam negeri, untuk memastikan harta tersebut tidak dialihkan ke luar negeri
Menjelang detik-detik akhir amnesti pajak, Ditjen Pajak mengakui masih terdapat wajib pajak besar yang belum mengikuti program amnesti pajak. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan Kemenkeu menduga wajib pajak besar tersebut kemungkinan masih menyelesaikan pajak pribadinya terlebih dahulu karena akhir tax amnesty bertepatan dengan batas akhir penyerahan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak. Namun, Kemenkeu masih belum memutuskan apakah akan mengumumkan nama wajib pajak besar tersebut atau tidak.
Pemerintah optimis target pelaporan SPT Tahunan wajib pajak yang melapor hingga batas akhir pelaporan bisa mencapai 75%. Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama memaparkan optimisme tersebut muncul dari meningkatnya kesadaran wajib pajak bersamaan dengan berakhirnya implementasi pengampunan pajak. Tidak hanya itu, antusiasme juga tampak dari realisasi pelaporan SPT hingga Senin malam yang berhasil mencapai 6,8 juta.
Realisasi penerimaan bea dan cukai sampai akhir Maret 2017 masih jauh dari harapan. Berdasarkan data tercatat, per 24 Maret 2017, realisasi penerimaan yang berhasil diperoleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai baru mencapai Rp12,37 triliun. Jumlah tersebut jauh dibandingkan realisasi penerimaan per akhir Maret 2016 yang sebesar Rp16,7 triliun. Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Bea Cukai Deni Surjantoro mengatakan tren penurunan realisasi penerimaan tersebut terjadi sebagai dampak langsung dikeluarkannya PMK 20 tahun 2015 tentang kewajiban pelunasan pita cukai pada tahun berjalan.
Kemenkeu mengatakan tidak akan tergesa-gesa dalam mengajukan rancangan APBN 2017. Kemenkeu akan melihat realisasi sejumlah asumsi makro ekonomi APBN 2017 sampai pertengahan tahun sebelum mengajukan perubahannya kepada DPR. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menyatakan saat ini BKF masih mencermati perkembangan ekonomi baik domestik maupun global. Tidak hanya itu, Suahasil mengatakan akan melihat potensi kekurangan penerimaan (shortfall) pajak hingga pertengahan tahun 2017 dan melakukan identifikasi berapa besar resiko shortfall yang akan terjadi. (Amu)