Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur ketentuan perpanjangan jangka waktu pelaporan SPT Tahunan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 243/2014 s.t.d.d PMK 9/2018.
Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) PMK 243/2014 s.t.d.t.d PMK 9/2018, perpanjangan jangka waktu pelaporan tersebut bisa dilakukan apabila wajib pajak menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan.
“Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan,” bunyi penggalan Pasal 13 ayat (1) PMK 243/2014 s.t.d.t.d PMK 9/2018, dikutip pada Minggu (12/3/2023).
Apabila tidak mengajukan perpanjangan maka batas waktu pelaporan SPT Tahunan berlaku normal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan c UU KUP, yaitu paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak untuk orang pribadi dan 4 bulan untuk badan.
Dalam mengajukan permohonan perpanjangan batas waktu pelaporan SPT Tahunan, wajib pajak harus memperhatikan sejumlah ketentuan.
Pertama, pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) atau dalam bentuk dokumen elektronik. Dokumen elektronik tersebut salah satunya bisa berupa softcopy.
Kedua, penyampaian SPT Tahunan disampaikan ke kantor pelayanan pajak (KPP) sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan c UU KUP.
Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) PMK 243/2014 s.t.d.t.d PMK 9/2018, pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 tahun pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang.
Lalu, wajib pajak juga harus melampirkan laporan keuangan sementara dan surat setoran pajak (SSP) atau yang kedudukannya disamakan dengan SSP sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terutang apabila terdapat kekurangan pembayaran pajak.
Ketiga, wajib pajak juga diharuskan untuk menandatangani dokumen pemberitahuan perpanjangan penyampaian SPT.
Penyampaian dokumen dapat disampaikan secara langsung melalui pos dengan bukti penerimaan surat, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, dan saluran tertentu yang ditetapkan DJP sesuai dengan perkembangan teknologi informasi. (sabian/rig)