Juara III Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2022, Aulia Irfan Mufti, Asisten Penyuluh Pajak Mahir di Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan DJP.
JAKARTA, DDTCNews - Pandemi Covid-19 mendorong munculnya fenomena gig economy. Masyarakat punya akses lebih luas untuk memperoleh penghasilan tambahan dari online platform. Kondisi ini lantas mendongkrak jumlah pekerja bebas di Indonesia. Dengan kata lain, potensi pajak yang bisa dipungut pemerintah semestinya juga ikut naik.
Namun, memajaki gig worker ternyata tidak mudah. Pasalnya, gig worker tersebut didominasi oleh individu dari sektor ekonomi yang sebelumnya sudah memiliki masalah mendasar layaknya shadow economy. Hal ini membuat Aulia Irfan Mufti menuangkan idenya dalam artikel berjudul 'Pengenaan Pajak Gig Economy, Mungkinkah?' Tulisan karya ASN di Ditjen Pajak (DJP) ini berhasil meraih juara ketiga lomba menulis artikel pajak sebagai bagian dari rangkaian HUT ke-15 DDTC.
"Lomba ini memantik solusi kreatif dari khalayak ramai dan membuka ruang diskusi tentang kebijakan perpajakan di Tanah Air," ujar Aulia, Selasa (27/12/2022).
Ide penulisan artikel tersebut bermula saat pandemi Covid-19 merebak di Indonesia pada awal 2020 lalu. Aulia melihat adanya pergeseran perilaku konsumsi masyarakat yang sangat signifikan, dari transaksi konvensional ke transaksi elektronik. Menurutnya, fenomena ini membuat celah perpajakan terhadap aktivitas ekonomi digital makin menganga.
"Kebijakan perpajakan transaksi elektronik belum bisa meng-capture kebutuhan perpajakan secara utuh, akibat behaviour shifting yang terjadi," kata Aulia.
Melalui karya tulisnya, Aulia berharap pemerintah lebih aware terhadap situasi yang berkembang. Para pemangku kepentingan, ujarnya, perlu memahami sepenuhnya bahwa gig worker masih memiliki keterbatasan dalam memahami kewajiban perpajakan yang perlu mereka jalankan. Kebijakan pajak yang menyasar para gig worker ini, menurutnya, perlu mengedepankan kesederhanaan sistem perpajakan.
Pemerintah, imbuhnya, perlu memprioritaskan 2 hal dalam pemajakan ekonomi digital. Keduanya adalah aspek kesederhanaan dan kewajaran dalam kerangka kebijakan perpajakan, baik mencakup regulasi, proses bisnis, hingga sistem informasi yang digunakan.
"Tanpa 2 hal itu, sulit membangun kesadaran kepatuhan formal dan material dari wajib pajak," kata Aulia yang kini bertugas di Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan DJP sebagai Asisten Penyuluh Pajak Mahir.
Tak cuma itu, ide pokok yang disampaikan Aulia dalam artikelnya juga berkaitan dengan pentingnya edukasi perpajakan. Edukasi yang berkesinambungan kepada pekerja sektor digital bisa membantu mereka memahami kewajiban yang perlu dijalankan.
Menurutnya, pemajakan gig economy merupakan gagasan yang penuh tantangan. Pembenahan regulasi, penyederhanaan skema pemotongan, dan edukasi berkelanjutan menjadi kombinasi tak terpisahkan untuk menyikapi pertumbuhan gig economy.
Sebagai juara ketiga, Aulia mendapatkan hadiah uang tunai Rp7 juta. Dia juga mendapatkan buku Susunan dalam Satu Naskah UU Perpajakan Tahun 2022 senilai Rp200.000. Untuk melihat para pemenang lomba menulis artikel pajak DDTCNews 2022, silakan cek di sini. (sap)