BERITA PAJAK HARI INI

Tanda Tangani SPT Masa PPh Unifikasi, Kuasa WP Pakai Sertel Sendiri

Redaksi DDTCNews
Jumat, 16 Desember 2022 | 09.54 WIB
Tanda Tangani SPT Masa PPh Unifikasi, Kuasa WP Pakai Sertel Sendiri

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Mulai 1 Januari 2023, penandatanganan secara elektronik atas bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi menggunakan sertifikat elektronik (sertel) atau kode otorisasi DJP milik wajib pajak/wakil wajib pajak atau kuasa wajib pajak.

Topik itu menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (16/12/2022). Berdasarkan pada Pasal 14 PER-24/2021, saat ini, sertel pemotong/pemungut PPh yang dikeluarkan Ditjen Pajak (DJP) sebagaimana diatur dalam PMK 147/2017 masih dapat digunakan untuk melakukan tanda tangan elektronik.

“Sampai dengan paling lambat tanggal 31 Desember 2022,” bunyi penggalan Pasal 14 PER-24/2021.

Dengan demikian, setelah 31 Desember 2022 berlaku ketentuan pada Pasal 9 ayat (3) PER-24/2021. Sesuai dengan pasal tersebut, penandatanganan secara elektronik dilakukan dengan sertel atau kode otorisasi DJP milik wajib pajak/wakil wajib pajak atau kuasa wajib pajak.

Sesuai dengan Pasal 9 ayat (4), wajib pajak/wakil wajib pajak atau kuasa wajib pajak yang belum memiliki atau sudah memiliki sertel/kode otorisasi DJP dengan masa berlaku yang telah berakhir, harus mengajukan permohonan penerbitan.

“Wakil wajib pajak atau kuasa wajib pajak yang sebelumnya menandatangani bukti potong dan SPT menggunakan sertel wajib pajak (misalnya: WP badan) maka setelah 31 Desember 2022 nantinya harus mengajukan permohonan sertel atas nama sendiri (bukan menggunakan sertel WP badan),” demikian penjelasan contact center DJP, Kring Pajak, melalui Twitter.

Selain mengenai penandatanganan secara elektronik atas bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi, masih ada pula ulasan terkait dengan ketentuan dalam (PP) 49/2022 mengenai fasilitas PPN dan PPnBM.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Kuasa Wajib Pajak

PP 50/2022, yang menjadi aturan pelaksanaan UU KUP s.t.d.t.d UU HPP, turut memuat ketentuan mengenai kuasa wajib pajak. Wajib pajak dapat menunjuk kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Kuasa yang dimaksud meliputi konsultan pajak, pihak lain, atau keluarga. Adapun keluarga terdiri atas suami, istri, atau keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua. Pengaturan dalam PP 50/2022 ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 32 ayat (3a) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.

Seorang kuasa yang ditunjuk harus mempunyai kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali keluarga. Adapun kompetensi tertentu yang dimaksud antara lain jenjang pendidikan tertentu, sertifikasi, dan/atau pembinaan oleh asosiasi atau Kementerian Keuangan.

Sesuai dengan Pasal 71 PP 50/2022, penunjukan kuasa wajib pajak yang dilaksanakan berdasarkan PP 74/2011 masih tetap berlaku sampai dengan diberlakukannya peraturan pelaksanaan berdasarkan ketentuan Pasal 44E ayat (2) huruf e UU KUP.

Adapun sesuai dengan Pasal 44E ayat (2) huruf e UU KUP, ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh seorang kuasa serta kompetensi tertentu yang harus dimiliki seorang kuasa diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK). (DDTCNews)

Pembebasan atau PPN Tidak Dipungut

DJP menegaskan PP 49/2022 tetap mempertahankan sepenuhnya kemudahan PPN yang saat ini berlaku. Pertama, objek yang selama ini atas impor dan/atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN tetap dibebaskan dari pengenaan PPN. Kedua, objek yang selama ini atas impor dan/atau penyerahannya tidak dipungut PPN tetap tidak dipungut PPN.

Kemudian, untuk barang dan jasa yang semula bukan merupakan barang kena pajak (non-BKP) dan bukan jasa kena pajak (non-JKP) diubah menjadi BKP tertentu dan JKP tertentu yang diberikan kemudahan PPN dibebaskan atau tidak dipungut.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan atas pembebasan dari pengenaan PPN atau PPN tidak dipungut tersebut akan terus dievaluasi oleh menteri keuangan dengan mempertimbangkan kondisi keuangan dan dampaknya terhadap penerimaan negara.

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 12 Desember 2022. Namun, ketentuan pemberian kemudahan perpajakan sejak 1 April sampai dengan sebelum berlakunya PP 49/2022 ini mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam PP ini. Simak ‘DJP Sampaikan Poin-Poin yang Diatur PP 49/2022 tentang Fasilitas PPN’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

RUU PPSK

DPR resmi memberikan persetujuan atas RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan sebagai undang-undang dalam rapat paripurna pada Kamis (15/12/2022).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) diperlukan untuk mereformasi sektor keuangan Indonesia sehingga bisa merespons perkembangan sektor keuangan dalam beberapa tahun terakhir.

"Ada 17 undang-undang terkait dengan sektor keuangan yang berusia cukup lama, bahkan ada yang lebih dari 30 tahun. Ini perlu disesuaikan, apalagi dengan dinamika perubahan zaman dan teknologi," katanya.

Sri Mulyani menuturkan urgensi reformasi keuangan tercermin dari masih dangkalnya tabungan masyarakat dalam bentuk dana pensiun dan asuransi, dominannya sektor perbankan, dan tingginya bunga pinjaman. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Pengurangan Pembebasan PPN

World Bank berpandangan Indonesia masih perlu mengurangi kebijakan pembebasan PPN guna meningkatkan penerimaan pajak. Merujuk pada laporan World Bank bertajuk Indonesia Economic Prospects - December 2022, penerimaan pajak dari pengurangan pembebasan PPN dapat digunakan untuk mendanai bantuan langsung tunai.

"UU 7/2021 tentang HPP memberikan fleksibilitas kepada Kementerian Keuangan untuk mengurangi pembebasan pajak yang tak perlu. Penerimaan dari pengurangan fasilitas pembebasan dapat digunakan untuk memberikan bantuan langsung tunai secara targeted kepada rumah tangga tidak mampu," tulis World Bank dalam laporannya.

Secara umum, World Bank berpandangan Indonesia perlu menghapuskan beragam pengecualian pajak dan ketentuan khusus yang selama ini berlaku, mulai dari pengecualian PPN hingga perlakuan perpajakan khusus pada sektor tertentu seperti PPh final pada sektor konstruksi. (DDTCNews)

Insentif Fiskal

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai semua negara masih perlu memberikan insentif fiskal untuk menarik investasi.

Sri Mulyani mengatakan investasi diperlukan untuk menciptakan nilai tambah dan menciptakan banyak lapangan kerja. Menurutnya, semua negara juga sedang berlomba menarik investor agar menanamkan modal di wilayahnya.

"Kita harus terus mendorong sektor industri, yang terkadang menggunakan alat fiskal termasuk insentif," katanya dalam peluncuran World Bank Indonesia Economic Prospects Report. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.