Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) telah melakukan peremajaan aplikasi e-faktur client desktop. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (7/11/2022).
Berdasarkan pada informasi yang disampaikan DJP melalui PENG-18/PJ.09/2022, peremajaan aplikasi tersebut merupakan bagian dari implementasi prepopulated Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak pertambahan nilai (PPN).
“Untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan kepada wajib pajak,” bunyi penggalan pengumuman yang ditetapkan pada 2 November 2022 dan ditandatangani Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor tersebut.
Dengan adanya peremajaan aplikasi tersebut, sejak 1 September 2020 fitur atau fungsi generate SPT Masa PPN telah dihapus. Pengusaha kena pajak (PKP) diarahkan untuk melakukan penyampaian SPT Masa PPN melalui aplikasi e-faktur web based.
Selain mengenai peremajaan aplikasi e-faktur client desktop, ada pula ulasan terkait dengan pajak karbon. Ada pula ulasan tentang seleksi calon hakim agung. Kemudian, masih ada pula bahasan tentang kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok sebesar 10% pada 2023 dan 2024.
Sesuai dengan PENG-18/PJ.09/2022, bagi PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN mulai 22 Oktober 2022 perlu memperhatikan beberapa hal. Pertama, PKP perlu memvalidasi isian kolom “PPN disetor di muka dalam masa pajak yang sama” pada Formulir 1111 (induk) SPT Masa PPN.
Kedua, saat ini, tersedia fitur prepopulated isian kompensasi kelebihan PPN pada bagian “pajak masukan lainnya” pada Formulir 1111 AB SPT Masa PPN. Dengan demikian, PKP tidak dapat lagi mengisi kompensasi kelebihan PPN secara manual (free text).
“Nilai kompensasi kelebihan PPN akan terisi secara otomatis dan PKP tidak dapat melakukan perubahan secara manual,” imbuh DJP.
Ketiga, jika terdapat permasalahan pengisian PPN disetor di muka dalam masa pajak yang sama dan kompensasi kelebihan PPN dalam SPT Masa PPN yang terkait dengan validasi dan prepopulated tersebut, PKP dapat menyampaikan permasalahan tersebut kepada KPP tempat PKP diadministrasikan. KPP yang dimaksud menindaklanjutinya melalui layanan daring DJP. (DDTCNews)
Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan OJK tengah menyiapkan infrastruktur pengaturan yang berkaitan dengan kelembagaan dan operasional penyelenggaraan bursa karbon.
"Nanti, di dalamnya akan ditetapkan instrumen unit karbon sebagai efek yang dapat diperdagangkan di bursa karbon," katanya.
Inarno menuturkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya telah menerbitkan Permen LHK 21/2022. Merujuk pada Pasal 27 Permen LHK 21/2022, penyelenggara bursa karbon adalah bursa efek atau penyelenggara pasar yang telah mendapat izin usaha dari OJK. (DDTCNews)
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan kebijakan kenaikan tarif cukai rokok telah mempertimbangkan sejumlah aspek. Menurutnya, kenaikan tarif cukai diumumkan untuk 2 tahun sekaligus demi menciptakan kepastian bagi masyarakat.
"Kan bagus dengan dibikin begini. Ada kepastian, menciptakan kepastian," katanya.
Suahasil mengatakan pemerintah memiliki 4 pilar yang harus dipertimbangkan ketika menentukan kebijakan soal tarif cukai rokok. Keempat pilar tersebut meliputi aspek kesehatan melalui pengendalian konsumsi, keberlangsungan industri, penerimaan negara, dan pengendalian rokok ilegal. Simak ‘Jokowi Setujui Tarif Cukai Rokok Naik, Tidak Hanya untuk Tahun Depan’. (DDTCNews)
Komisi Yudisial (KY) mengumumkan nama-nama calon hakim agung (CHA) yang dinyatakan lulus seleksi kualitas, termasuk CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak. Dari 29 nama CHA yang dinyatakan lolos seleksi kualitas, 3 di antaranya adalah CHA TUN khusus pajak.
Adapun CHA TUN khusus pajak yang lolos seleksi kualitas antara lain Eddhi Sutarto yang merupakan Advokat Konsultan Management and Lawfirm Eddhi Sutarto and Partner, Hakim Pengadilan Pajak Ruwaidah Afiyati, dan Wakil Ketua II Pengadilan Pajak Triyono Martanto. (DDTCNews)
Pemerintah resmi mengundangkan UU 28/2022 tentang APBN 2023. Pendapatan negara ditargetkan Rp2.463 triliun. Angka itu terdiri atas penerimaan perpajakan senilai Rp2.021,22 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp441,39 triliun, dan hibah Rp409,42 triliun.
Dari sisi belanja, pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp3.016,17 triliun. Angka tersebut terdiri atas belanja pemerintah pusat senilai Rp2.246,45 triliun dan transfer ke daerah (TKD) sejumlah Rp814,71 triliun.
Dengan data penerimaan dan belanja tersebut, defisit APBN 2023 ditargetkan mencapai Rp598,15 triliun atau 2,84% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Pembiayaan anggaran ditetapkan Rp598,15 triliun yang terdiri atas pembiayaan utang Rp696,31 triliun, pembiayaan investasi negatif Rp175,95 triliun, pemberian pinjaman Rp5,28 triliun, kewajiban penjaminan negatif Rp330,51 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp72,83 triliun. (DDTCNews) (kaw)