Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah daerah harus menyampaikan laporan belanja wajib perlindungan sosial sebesar 2% dari dana transfer umum (DTU) di luar dana bagi hasil (DBH) yang ditentukan penggunaannya. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (9/9/2022).
Kementerian Keuangan mengatakan sesuai dengan ketentuan dalam PMK 134/2022, laporan penganggaran dan realisasi atas belanja wajib perlindungan sosial untuk periode Oktober—Desember 2022 tersebut menjadi syarat penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan DBH PPh Pasal 25/29.
“Daerah wajib menyampaikan laporan yang sekaligus menjadi persyaratan penyaluran DAU dan DBH PPh Pasal 25/29 (bagi daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAU),” tulis Kementerian Keuangan dalam keterangan resmi.
Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 134/2022, laporan penganggaran belanja wajib diterima direktur jenderal perimbangan keuangan paling lambat pada 15 September 2022. Laporan ini menjadi dokumen persyaratan penyaluran DAU Oktober 2022 atau DBH PPh Pasal 25/29 triwulan III.
Kemudian, laporan realisasi atas belanja wajib diterima direktur jenderal perimbangan keuangan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan berkenaan berakhir. Laporan ini menjadi dokumen persyaratan penyaluran DAU bulan berikutnya atau DBH PPh Pasal 25/29 triwulan IV.
Adapun laporan disampaikan dalam bentuk PDF melalui email resmi Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK). Laporan penganggaran dan realisasi belanja wajib tersebut juga dikirimkan kepada direktur jenderal bina keuangan daerah Kementerian Dalam Negeri.
Terhadap daerah yang mengalami penundaan penyaluran DAU atau DBH PPh Pasal 25/29, penyaluran dilakukan setelah dokumen persyaratan disampaikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika sampai dengan 15 Desember tahun berjalan dokumen persyaratan penyaluran belum diterima, penyaluran kembali DTU yang belum disalurkan dilaksanakan secara sekaligus sebesar DTU yang belum disalurkan paling lambat 2 hari kerja terakhir pada Desember tahun berjalan.
Selain mengenai belanja wajib perlindungan sosial yang bisa berdampak terhadap penyaluran DAU atau DBH PPh Pasal 25/29, ada pula ulasan terkait dengan target pelaksanaan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax system.
Terbitnya PMK 134/2022 sebagai bagian dari kebijakan penanganan dampak inflasi, terutama setelah ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Penanganan melibatkan pemerintah daerah melalui penganggaran belanja perlindungan sosial dalam APBD 2022.
“Melalui earmarking DTU (DAU dan DBH), Pemda ini diberikan kewenangan untuk membuat program, sehingga dampak dari inflasi tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan tentunya ini juga menggunakan data-data yang telah teruji sebelumnya,” ujar Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti.
Adapun belanja wajib perlindungan sosial ini dipergunakan untuk beberapa keperluan. Pertama, pemberian bantuan sosial termasuk kepada ojek, UMKM, dan nelayan. Kedua, penciptaan lapangan kerja. Ketiga, pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah. (DDTCNews)
PSIAP menjadi salah satu program yang diprioritaskan pemerintah pada tahun depan. Merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) 108/2022, progres pembangunan coretax system ditargetkan mencapai 66% pada 2022 dan 96% pada 2023. Pengembangan rampung 100% dan siap digunakan pada 2024.
"Target tersebut berdasarkan hasil trilateral meeting Rencana Kerja Kementerian Keuangan Tahun Anggaran 2022," tulis pemerintah dalam dokumen RKP 2023 yang terlampir dalam Perpres 108/2022. (DDTCNews)
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) bersama negara-negara anggota Inclusive Framework tengah menyusun Global Anti Base Erosion (GloBE) Implementation Framework.
GloBE Implementation Framework adalah kerangka implementasi pajak korporasi minimum global yang dirancang guna meminimalisasi risiko pengenaan pajak berganda dan memfasilitasi koordinasi antar-otoritas pajak dalam mengimplementasikan pajak minimum.
"Dalam GloBE Implementation Framework dibahas mengenai GloBE implementation and rule order, di dalam aspek ini dibahas metode review," kata Pelaksana pada Direktorat Perpajakan Internasional DJP Frans Z D Manik. (DDTCNews)
Pemerintah menyatakan upaya pencapaian target penerimaan pajak pada tahun depan akan dilakukan dengan lebih cermat dan hati-hati. Merujuk pada Perpres 108/2022, capaian penerimaan pajak pada tahun depan bakal menjadi penentu pelaksanaan konsolidasi fiskal dengan defisit APBN di bawah 3% dari PDB sesuai dengan amanat UU 2/2020.
"Postur makro fiskal 2023 diarahkan dengan mempertimbangkan defisit maksimal 3% PDB. Namun, pelaksanaan konsolidasi fiskal yang akomodatif tetap diperlukan untuk pemantapan recovery dan transformasi ekonomi," sebut pemerintah. (DDTCNews) (kaw)