BERITA PAJAK HARI INI

Soal Rencana Tarif PPN Naik Jadi 11%, DJP: Belum Ada Update e-Faktur

Redaksi DDTCNews
Jumat, 18 Maret 2022 | 08.11 WIB
Soal Rencana Tarif PPN Naik Jadi 11%, DJP: Belum Ada Update e-Faktur

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Sesuai dengan ketentuan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11% mulai berlaku pada 1 April 2022. Belum keluarnya aturan turunan menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (18/3/2022).

Sejumlah warganet mengajukan pertanyaan terkait dengan aturan turunan melalui Twitter. Karena ada kenaikan tarif dari 10% menjadi 11%, sejumlah warganet juga bertanya mengenai pembaruan pada sistem aplikasi e-faktur. Kring Pajak merespons sejumlah pertanyaan tersebut.

Petunjuk teknis tentang pelaksanaan ketentuan tarif PPN 11% yang mulai berlaku sejak April 2022 sesuai UU HPP (UU 7/2021) beserta update aplikasinya di e-faktur, belum diterbitkan. Silakan menunggu informasi lebih lanjut yang dapat dilihat di http://pajak.go.id,” tulis Kring Pajak.

Seperti diketahui, dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP, tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku pada 1 April 2022. Setelah itu, tarif akan kembali naik menjadi 12% mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.

Selain mengenai kebijakan PPN, ada pula bahasan terkait dengan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Salah satunya mengenai dukungan terhadap industri kendaraan listrik.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Belum Ada Update Aplikasi e-Faktur

Sejumlah warganet yang bertanya mengenai tarif PPN pada sistem e-faktur 3.1. Merespons pertanyaan tersebut, contact center DitjenPajak (DJP) mengatakan hingga saat ini belum ada pembaruan tarif pada sistem aplikasi e-faktur.

“Untuk saat ini belum ada peraturan pelaksanaan mengenai penerapan tarif PPN 11% dan belum ada update aplikasi e-faktur, jadi pada aplikasi e-faktur saat ini masih menggunakan tarif 10%. Mohon untuk mengecek update informasinya secara berkala,” tulis Kring Pajak. (DDTCNews)

Dampak Kenaikan Tarif PPN Terhadap Inflasi

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan laju inflasi tahun ini diperkirakan akan terkendali. Dia pun meminta masyarakat tidak khawatir terhadap dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi.

"Kami sudah estimasi dampak [kenaikan tarif PPN] terhadap inflasi masih akan cukup minimal. Jadi, tidak perlu khawatir," katanya. (DDTCNews)

Pelaku Usaha Menunggu Aturan Teknis

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan kalangan pelaku usaha tengah menunggu aturan teknis UUHPP terkait dengan pengenaan tarif PPN 11%. Namun, dia mengaku khawatir kebijakan itu akan membuat konsumsi masyarakat makin lesu.

"Perlu ada juklak dan juknis-nya. Kami sedang menunggu supaya menentukan mana yang kena 11%, mana yang dikecualikan, dan sebagainya,” katanya. (DDTCNews)

E-Faktur Versi 3.1

DJP telah meluncurkan e-faktur versi terbaru, yaitu e-faktur versi 3.1, pada awal tahun ini. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pembaruan e-faktur dilakukan untuk meningkatkan integrasi data antarkementerian.

“Di mana terdapat beberapa dokumen tambahan, sehingga dilakukan pembaruan untuk memfasilitasi dokumen-dokumen tersebut,” kata Neilmaldrin. (DDTCNews)

Pembebasan PKB dan BBNKB Kendaraan Listrik

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebut kendaraan ramah lingkungan atau berbasis listrik akan memperoleh banyak insentif melalui UU HKPD.

Suahasil mengatakan UU HKPD mengatur pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) untuk kendaraan listrik. Menurutnya, kebijakan Indonesia tersebut lebih progresif dalam mendukung kendaraan listrik ketimbang negara lain.

"Ini bagus sekali untuk Indonesia pada masa yang akan datang. Kita ini jauh lebih progresif dibandingkan dengan banyak negara lain," katanya. (DDTCNews)

Objek Baru Retribusi

UU HKPD memberikan ruang bagi pemerintah untuk menambahkan retribusi baru melalui peraturan pemerintah (PP). Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan nantinya hanya pelayanan tertentu saja yang pantas menjadi objek retribusi dan dikenai retribusi berdasarkan PP.

"Ini untuk membuka kalau memang ada objek baru yang pantas dikenai retribusi. Retribusi secara definisi harus ada jasa pemerintah, tidak boleh retribusi jasa seperti pajak," ujar Suahasil. (DDTCNews)

Penghapusan BBNKB Kendaraan Bekas

Penghapusan penyerahan kendaraan bermotor kedua atau bekas dari objek BBNKB disebut akan meningkatkan penerimaan PKB bagi pemda. Ketentuan baru ini diatur dalam UU HKPD.

Selama ini, kepatuhan wajib pajak untuk melakukan balik nama atas kendaraan bermotor dan membayar BBNKB cenderung rendah. Akibatnya, PKB tidak diterima oleh pemda tempat kendaraan beroperasi.

"Kita ingin dorong agar pendapatan PKB meningkat dengan cara BBNKB-nya tidak kita ambil untuk yang kedua, sehingga orang yang tadinya enggak mau bayar jadi mau bayar," ujar Dirjen Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti. (DDTCNews)

Talk Show PPS

DDTCNews dan Ditjen Pajak (DJP) berkolaborasi menggelar Talk Show PPS bertajuk Mengikis Keraguan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Digelarnya acara ini untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai program yang masih berlangsung hingga 30 Juni 2022.

Acara ini akan menghadirkan Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Ketua Umum ATPETSI/Pemimpin Umum DDTCNews Darussalam sebagai narasumber. Presenter TV Brigita Manohara akan hadir untuk memandu talk show. Simak selengkapnya dalam artikel ‘Masih Ragu dengan PPS? Ikuti Talk Show Kolaborasi DDTCNews dan DJP Ini’. (DDTCNews)

Suku Bunga Acuan Bank Indonesia

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75% dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan tersebut mempertimbangkan berbagai kondisi ekonomi global dan domestik. Menurutnya, keputusan itu juga sejalan dengan perlunya menjaga nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi yang tetap rendah.

"Serta sebagai upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tekanan eksternal yang meningkat terutama terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.