BERITA PAJAK SEPEKAN

Terpopuler: Siap-Siap PPS Segera Dimulai, Ungkap Harta di Awal Periode

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 18 Desember 2021 | 08.00 WIB
Terpopuler: Siap-Siap PPS Segera Dimulai, Ungkap Harta di Awal Periode

Ilustrasi. Berita pajak sepekan, 13-17 Desember 2021.

JAKARTA - Pemberitaan paling populer dalam sepekan terakhir didominasi oleh isu terkait implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), khususnya program pengungkapan sukarela (PPS). Topik soal PPS memang mulai naik daun. Maklum, waktu pelaksanannya dimulai 2 pekan lagi yakni 1 Januari 2022. 

Kementerian Keuangan juga mulai gencar melakukan sosialisasi UU HPP dalam sepekan ini. Bahkan Menkeu Sri Mulyani sendiri yang turun langsung jadi pembicara dalam beberapa kali acara sosialisasi level nasional. Berjalan secara bersaman, aturan turunan dari UU HPP terutama terkait PPS sedang digodok dan segera dirilis. 

Dalam sebuah acara sosialisasi pada awal pekan ini, Sri Mulyani juga gamblang meminta para wajib pajak untuk mulai siap-siap mengikuti PPS. Kebijakan ini hanya berlaku 6 bulan, yakni 1 Januari hingga 30 Juni 2022.

PPS dapat diikuti wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan. Selain itu, program tersebut juga dapat diikuti wajib pajak orang pribadi yang belum mengikuti tax amnesty dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020.

Nantinya, peserta PPS akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final yang tarifnya berbeda-beda tergantung pada perlakuan wajib pajak terhadap harta yang diungkapkan.

Sri Mulyani meminta wajib pajak tidak menunda keikutsertaannya dalam PPS. Alasannya, kemungkinan Ditjen Pajak (DJP) menemukan harta yang tidak dilaporkan sudah semakin besar.

Hal itu terjadi karena saat ini DJP dapat memanfaatkan data dari skema automatic exchange of information (AEoI), memiliki akses informasi tidak terbatas dari seluruh sektor keuangan, serta menjalin kerja sama global untuk penagihan.

"Kalau masih ada yang kelupaan, Bapak-Ibu sekalian bisa sekarang membetulkan. Itu makanya pengungkapan sukarela," ujarnya.

Jangan Tunggu Injury Time
Sri Mulyani juga mewanti-wanti wajib pajak yang berencana mengikuti PPS agar memanfaatkan mementum di awal waktu. Hal ini demi menghindari penumpukan peserta PPS di akhir waktu menjelang batas waktu. Jika peserta menumpuk di akhir, maka ada risiko gangguan jaringan yang mengancam. 

Kebijakan PPS menerapkan tarif PPh final yang tidak berubah selama 6 bulan penerapan. Skema tarif PPh final tersebut berbeda dengan tarif pada program tax amnesty 2016. Oleh karena itu, wajib pajak diimbau tidak menunggu hingga akhir periode dalam memanfaatkan kebijakan PPS.

"Jadi memang mulai Januari sampai Juni [tarif PPh final] akan tetap sama, tidak ada penurunan atau kenaikan. Namun, dengan 6 bulan rate-nya sama, saya tetap mengimbau pada WP yang akan ikut jangan nunggu sampai 30 Juni pada hari terakhir. Nanti sistemnya jammed," ujar Sri. 

Lapor Pengungkapan Harta Bisa Lebih dari 1 Kali
Wajib pajak memiliki kesempatan untuk mengungkapkan asetnya melalui PPS lebih dari 1 kali sepanjang periode kebijakan.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pengungkapan harta dapat dilakukan sebanyak 2 kali ataupun lebih sepanjang dilakukan pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Tak hanya itu, wajib pajak juga bisa melakukan pencabutan pengungkapan harta bersih sepanjang juga dilakukan di dalam periode PPS.

Untuk mendukung kebijakan ini, infrastruktur IT sedang disiapkan oleh DJP agar wajib pajak dapat turut serta dalam PPS secara elektronik tanpa perlu mengunjungi KPP seperti tax amnesty.

"Wajib pajak menyampaikan pengungkapan hartanya, baik atas kebijakan I maupun II, secara online. Atas pengungkapan harta bersih tersebut, kepada wajib pajak diterbitkan surat keterangan secara elektronik atau otomatis," ujar Suryo dalam wawancara khusus bersama DDTCNews.

Selain PPS, isu terkait kenaikan tarif cukai rokok juga menjadi yang terpopuler sepanjang pekan ini. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok naik rata-rata sebesar 12% pada 2022.

Sri Mulyani mengatakan kenaikan tarif tersebut berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta kenaikan tarif rokok berkisar 10% sampai 12%. Kenaikan tarif tersebut lebih kecil dari tahun ini yang rata-rata sebesar 12,5%.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mencoba menyeimbangkan aspek kesehatan dan kondisi perekonomian. Khusus pada golongan sigaret kretek tangan (SKT), pemerintah menetapkan kenaikan tarifnya lebih kecil, yakni 4,5%.

Dia menjelaskan kenaikan tarif cukai telah melalui kajian oleh sejumlah menteri teknis dan disetujui Presiden Jokowi. Menurutnya, pemerintah memiliki setidaknya 4 dimensi yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan kenaikan tarif cukai rokok pada tahun depan.

Artikel lengkap terkait kenaikan tarif cukai ini, baca Pengumuman! Tarif Cukai Rokok 2022 Naik 12%, Simak Perinciannya.

Berikutnya, masih ada 5 artikel pilihan DDTCNews yang sayang untuk dilewatkan:

1. Setoran Pajak Diklaim Sudah Tembus 90% Target, Ini Pesan DJP untuk WP
DJP mengeklaim realisasi penerimaan pajak sudah mencapai 90% hingga pertengahan Desember 2021 ini.

Akun Twitter @DitjenPajakRI menyatakan sampai dengan Senin 13 Desember 2021 realisasi penerimaan tembus Rp1.106,6 triliun. Angka tersebut sudah lebih dari 90% dari target tahun ini senilai Rp1.229,59.

"Per hari ini, penerimaan pajak sudah melebihi 90% dari target penerimaan pajak tahun 2021," tulis akun @DitjenPajakRI awal pekan ini. 

DJP melanjutkan, kinerja pencapaian penerimaan pajak pada 2021 tidak lepas dari kontribusi para pembayar pajak. Oleh karena itu, dukungan tetap diharapkan otoritas dari wajib pajak.

Sampai dengan akhir tahun fiskal 2021, DJP mengupayakan agar target penerimaan dapat tercapai. Hal tersebut akan situasi yang pertama kali terjadi sejak tahun fiskal 2008.

2. Tutup Celah Pajak, Ketentuan Threshold PKP Perlu Diubah
World Bank menilai reformasi kebijakan perpajakan di Indonesia masih perlu dilanjutkan guna menutup tax gap Indonesia yang masih tergolong lebar. Salah satu kebijakan yang perlu direformasi adalah ketentuan threshold pengusaha kena pajak (PKP).

Menurut World Bank, strategi kebijakan penerimaan jangka menengah diperlukan untuk menciptakan sistem pajak yang adil, sederhana, dan efisien serta mampu membiayai kebutuhan pembangunan dan pemberantasan kemiskinan.

"Reformasi yang perlu menjadi prioritas antara lain menurunkan threshold pengusaha kena pajak (PKP) dan PPh final UMKM dari Rp4,8 miliar menjadi Rp600 juta," sebut World Bank dalam laporannya berjudul Indonesia Economic Prospects: Green Horizon, Toward a High Growth and Low Carbon Economy.

Merujuk pada Laporan Belanja Perpajakan 2019, threshold PKP sebesar Rp4,8 miliar pada ketentuan PPN memberikan kontribusi yang besar terhadap belanja pajak. Pada 2019, belanja pajak yang timbul akibat kebijakan ini mencapai Rp42,04 triliun.

Kebijakan PPh final UMKM atas wajib pajak dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar juga menimbulkan belanja pajak hingga Rp19,9 triliun pada 2019.

Kemudian, World Bank juga merekomendasikan penghapusan PPh final atas sektor konstruksi dan real estate. Adapun belanja pajak yang timbul akibat PPh final pengalihan hak atas tanah/bangunan mencapai Rp13,8 triliun pada 2019.

3. Wah! KPP yang Penerimaannya Tembus 100% Bakal Dapat Apresiasi Khusus
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berhasil mencapai target penerimaan akan mendapatkan apresiasi khusus.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan kantor pusat akan memberikan apresiasi kepada unit vertikal yang berhasil mencapai target penerimaan. Apresiasi tersebut akan disampaikan langsung oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo.

"Pak Suryo akan mengapresiasi tentunya," katanya.

Neilmaldrin menyebutkan unit vertikal DJP yang berhasil mencapai target terus bertambah sejak awal Desember 2021. Sampai dengan 13 Desember 2021 sudah ada 64 KPP yang berhasil mencapai target penerimaan 2021.

Jumlah tersebut naik dibandingkan statistik pada 3 Desember 2021. Pada awal bulan jumlah KPP Pratama dan KPP Madya yang berhasil memenuhi target penerimaan sebanyak 31 kantor pajak.

"Sampai siang ini ada sekitar 64 dan mungkin akan bertambah," terangnya.

4. NIK Jadi NPWP, Ditjen Pajak Pastikan Administrasi Bakal Makin Mudah
Unit vertikal DJP tengah gencar melakukan sosialisasi UU HPP. Salah satunya dilakukan Kanwil DJP DIY.

Fungsional Penyuluh Kanwil DJP DIY Eko Susanto mengatakan UU HPP bertujuan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Kemudian, beleid ini juga berfungsi mengoptimalkan penerimaan dan bagian dari reformasi perpajakan.

Salah satu pengaturan dalam UU HPP adalah integrasi data nomor induk kependudukan (NIK) dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Menurutnya, NIK sebagai NPWP akan makin memudahkan administrasi bagi wajib pajak.

"Penggunaan NIK sebaga NPWP OP tersebut guna mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan dan mempermudah WP OP melaksanakan pemenuhan kewajiban hak dan kewajiban perpajakan," katanya.

Eko menegaskan dengan penggunaan NIK sebagai NPWP tidak otomatis membuat semua penduduk wajib membayar pajak. Ketentuan perpajakan seperti syarat subjektif dan objektif tetap harus dipenuhi untuk membuat warga negara aktif menjadi pembayar pajak.

Dia menegaskan dengan berlakunya UU HPP, DJP bisa melakukan validasi data NIK dengan pemenuhan kewajiban perpajakan. Melalui proses bisnis tersebut menjadi cara otoritas menentukan kategori pendudukan dalam bidang perpajakan.

5. Heroik! Begini Kronologi Bakamla Pepet Kapal Pengemplang Pajak Rp33 Miliar
Tim dari Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI mengamankan kapal sitaan negara berjenis cable layer di Perairan Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau pada Sabtu (11/12/2021) lalu. Usut punya usut, berdasarkan catatan Ditjen Pajak, aset sita barang bergerak ini belum menyelesaikan kewajiban pajaknya sejumlah kurang lebih Rp33 miliar.

Kapal milik PT ENJ ini sebenarnya masih diizinkan berlayar dengan syarat tertentu. Namun, karena kapal ini melanggar syarat yang ditetapkan maka otoritas terpaksa melakukan penegakan hukum.

Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Aan Kurnia mengungkapkan kronologi dari penangkapan kapal pengemplang pajak ini. Awalnya, ujar Aan, pihaknya menerima surat permohonan perbantuan pengamanan aset sita barang bergerak milik Ditjen Pajak berupa kapal berjenis cable layer bernama lambung CS Nusantara Explorer.

Dari situlah kemudian Bakamla RI mengutus KN Pulau Nipah-321 untuk melakukan pencarian dan pengamanan kapal target. Kapal CS Nusantara Explorer yang menunggak pajak ini sudah berstatus sita sejak 24 Agustus 2021. Namun, melalui tracking system Puskodal Bakamla, kapal ini terekam sempat melakukan pelayaran ilegal menuju Filipina dan China.

Baca kronologi lengkapnya lewat tautan di judul. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.