Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) berupaya untuk mengamankan penerimaan pajak sesuai dengan target dalam APBN 2021. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (26/11/2021).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan otoritas konsisten menjalankan pengawasan pembayaran masa dan pengawasan kepatuhan materiel untuk mengamankan kinerja penerimaan. Terkait dengan pengawasan pembayaran masa, DJP akan menjalankan dinamisasi.
“Kami pasti akan melakukan pengawasan dan ujungnya akan melakukan dinamisasi supaya pajak terdistribusi pada aktivitas di bulan-bulan yang memang mengalami pertumbuhan,” ujar Suryo.
Dalam KEP-537/PJ/2000 disebutkan jika dalam tahun pajak berjalan wajib pajak mengalami peningkatan usaha dan pajak penghasilan (PPh) yang terutang diperkirakan lebih dari 150% dari dasar penghitungan PPh Pasal 25 maka PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa perlu dihitung kembali.
Penghitungan kembali didasarkan pada perkiraan kenaikan PPh yang terutang tersebut. Penghitungan kembali dilakukan oleh wajib pajak sendiri atau kepala kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.
Hingga Oktober 2021, realisasi penerimaan pajak tercatat senilai Rp953,6 triliun atau tumbuh 15,3% secara tahunan. Realisasi tersebut setara dengan 77,6% dari target penerimaan pajak senilai Rp1.229,59 triliun. Simak ‘Penerimaan Tumbuh 15,3%, Menkeu: Dunia Usaha Kembali Mampu Bayar Pajak’.
Selain mengenai pengawasan pembayaran masa, terutama terkait dengan dinamisasi, ada pula bahasan tentang kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok. Ada pula bahasasn tentang UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kegiatan dinamisasi dalam pengawasan pembayaran masa akan dilakukan pada sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan. Suryo mengatakan hingga akhir tahun, ada beberapa sektor yang diestimasi berkontribusi besar pada penerimaan.
“Dinamisasi memang salah satu di antara kegiatan pengawasan pembayaran masa yang kami lakukan, khususnya terhadap sektor-sektor yang memang mengalami pertumbuhan atau perbaikan secara ekonomi,” ujarnya.
Sektor usaha yang diestimasi akan berkontribusi cukup besar terhadap penerimaan pajak hingga akhir tahun adalah industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan. Simak ‘Cuma Punya Waktu Sebulan, DJP Andalkan Penerimaan dari 3 Sektor Ini’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Penerimaan PPh badan hingga akhir Oktober 2021 tercatat tumbuh 13,4%. Capaian saat ini sudah jauh lebih baik daripada kinerja tahun lalu. Pada periode yang sama 2020, penerimaannya minus hingga 35,0%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pertumbuhan itu menunjukkan kinerja yang baik karena makin pulihnya perekonomian nasional. Selain itu, pertumbuhan penerimaan juga disebabkan berakhirnya periode insentif pajak bagi sebagian sektor usaha. (DDTCNews/Kontan)
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemerintah masih memerlukan waktu untuk menyampaikan kebijakan tarif CHT atau rokok 2022. Pasalnya, terdapat sejumlah aspek yang perlu dikaji lebih matang.
"Mengenai kebijakan cukai, saat ini masih direviu di internal pemerintah sebab memang melihat kebijakan ini harus secara komprehensif," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah menyatakan seluruh aturan pelaksana dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku meski beleid tersebut dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat oleh MK. Dalam putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, pemerintah hanya dilarang untuk membentuk peraturan pelaksana baru atas UU Cipta Kerja.
“Putusan MK menyatakan agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dilakukan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja. Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang telah diberlakukan tetap berlaku," ujar Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Seperti diketahui, UU Cipta Kerja juga memuat sejumlah kebijakan perpajakan. Klaster perpajakan ini memuat perubahan 4 UU, yaitu UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), serta UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
"DJP menghormati putusan tersebut dan saat ini tim sedang mempelajari implikasinya apa saja,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Aturan pelaksana terkait program pengungkapan sukarela (PPS) menjadi prioritas pemerintah untuk segera diterbitkan. Kebijakan ini merupakan produk baru yang dituangkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pihaknya berupaya menyelesaikan penyusunan aturan teknis mengenai pelaksanaan PPS mengingat program ini dimulai 1 Januari 2022. Meski demikian, peraturan teknis untuk ketentuan lain dalam UU HPP juga sedang dalam proses penyusunan.
"Memang betul ada prioritas yang harus diselesaikan, khususnya terkait dengan implementasi program pengungkapan sukarela," katanya. (DDTCNews) (kaw)