Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Indonesia bakal memiliki bursa karbon untuk mendukung pelaksanaan perdagangan karbon. Hal ini diatur dalam Perpres 98/2021.
Merujuk Pasal 1 angka 23 Perpres 98/2021, bursa karbon adalah sistem yang mengatur tentang pencatatan cadangan karbon, perdagangan karbon, serta status kepemilikan dari suatu unit karbon.
"Pusat bursa pasar karbon berkedudukan di Indonesia," bunyi Pasal 54 ayat (7) Perpres 98/2021, dikutip Kamis (18/11/2021).
Secara umum, perdagangan karbon dalam dilakukan melalui 2 cara, yakni dengan mekanisme pasar karbon melalui bursa karbon atau melalui perdagangan langsung.
Perdagangan dengan mekanisme pasar karbon dilakukan dengan pengembangan infrastruktur pasar karbon, pengaturan pemanfaatan penerimaan dari perdagangan pasar karbon, dan administrasi transaksi karbon.
Pengembangan infrastruktur perdagangan karbon akan dilakukan oleh menteri lingkungan hidup dan kehutanan bersama dengan menteri atau kepala lembaga terkait.
Penerimaan negara yang diterima dari aktivitas perdagangan karbon nantinya akan dicatat sebagai PNBP. PNBP diperoleh dari pungutan atas transaksi jual beli unit karbon.
Perlu dicatat, yang dimaksud dengan unit karbon adalah bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis yang dinyatakan dalam 1 ton CO2 yang tercatat dalam sistem registri nasional pengendalian perubahan iklim atau SRN PPI.
Melalui administrasi transaksi karbon, nantinya akan ada pencatatan dan pendokumentasian pelaksanaan perdagangan karbon.
Tata cara pelaksanaan perdagangan karbon secara umum akan diatur melalui peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan. Merujuk pada Pasal 89, seluruh peraturan turunan dari Perpres 98/2021 ditargetkan sudah ditetapkan paling lambat 1 tahun sejak Perpres 98/2021 diundangkan. (sap)