PAJAK KARBON

Munas NU Dukung Penerapan Pajak Karbon di Indonesia

Redaksi DDTCNews
Rabu, 29 September 2021 | 17.00 WIB
Munas NU Dukung Penerapan Pajak Karbon di Indonesia

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Nahdlatul Ulama (NU) mendukung skema perdagangan karbon dan pajak karbon untuk menjawab tantangan perubahan iklim dan pelestarian lingkungan hidup.

Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM PBNU Marzuki Wahid mengatakan hasil Bahtsul Masail Qanuniyah menekankan pentingnya regulasi tentang nilai ekonomi karbon (NEK). Hal tersebut menjadi instrumen untuk mengurangi emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global.

"Penyelenggaraan NEK dapat berupa bentuk pajak karbon, perdagangan karbon, dan pembayaran berbasis kinerja atas capaian kawasan pengurangan emisi," katanya pada Munas dan Konbes NU, dikutip pada Rabu (29/9/2021).

Marzuki menjelaskan aturan dalam bentuk pajak karbon merupakan kompensasi kerugian atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari emisi karbon. Dia menyatakan hasil penerimaan pajak karbon wajib dialokasikan pada upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

Tujuan tersebut juga berlaku jika NEK yang dipilih pemerintah dalam bentuk kompensasi terhadap capaian kawasan pengurangan emisi. Penerapan pajak karbon, lanjutnya, harus dilakukan dengan konsisten sehingga mencapai tujuan utama yaitu mengurangi tingkat emisi.

Penerapan pajak karbon juga bertujuan untuk mengalihkan sumber utama penggunaan energi dari berbasis fosil menjadi sumber energi baru dan terbarukan. Untuk itu, pajak karbon bukan semata-mata mendapatkan tambahan penerimaan ke kas negara.

"Penerapan pajak karbon harus disinkronkan dengan perdagangan karbon sebagai bagian dari roadmap green economy dan harus ada pembahasan ulang tentang cara penghitungan karbon agar tidak dapat digunakan alat persaingan bisnis," jelas Wahid.

Marzuki menambahkan sikap NU tentang pajak karbon dan perdagangan karbon mengacu pada Muktamar ke 29 pada 1994. Keputusan Muktamar tersebut menyatakan masalah lingkungan hidup bukan sekedar urusan politis atau ekonomi.

Masalah lingkungan hidup juga menjadi urusan teologis. Sebab, dampak kerusakan lingkungan bisa menimbulkan ancaman terhadap kepentingan ritual agama dan kehidupan manusia.

"Karena itu, usaha pelestarian lingkungan hidup harus dipandang dan disikapi sebagai salah satu tuntutan agama yang wajib dipenuhi oleh umat manusia, baik secara individual maupun secara kolektif," jelas Marzuki. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.