Ilustrasi Berita Pajak Sepekan.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak badan berbentuk CV yang sejak 2018 membayar pajaknya dengan memanfaatkan skema PPh final UMKM, harus mulai melunasi pajaknya dengan ketentuan umum mulai 2022 nanti.
Topik terkait PPh final UMKM ini paling diminati pembaca DDTCNews dalam sepekan terakhir, periode 20-25 September 2021.
Seperti diketahui, skema PPh final yang memfasilitasi pelaku UMKM untuk bersiap masuk ke pembayaran pajak dengan ketentuan umum diberikan pemerintah melalui PP 23/2018.
"PP 23/2018 ini adalah tempat transisi, mempersiapkan wajib pajak untuk mengikuti ketentuan perpajakan secara normal khususnya pajak penghasilan," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Melalui PP 23/2018, wajib pajak dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun bisa membayar pajak menggunakan skema PPh final dengan tarif sebesar 0,5% dari omzet.
Bagi wajib pajak badan berbentuk PT, pembayaran pajak menggunakan skema PPh final hanya bisa dilakukan selama 3 tahun pajak.
Sementara bagi koperasi, CV, dan firma skema tersebut berlaku selama 4 tahun pajak. Khusus bagi wajib pajak orang pribadi, skema PPh final bisa dimanfaatkan selama 7 tahun.
Artikel lengkap mengenai pembahasan di atas, baca Siap-Siap, Tahun Depan CV Sudah Tak Bisa Pakai PPh Final UMKM.
Selain topik di atas, pembahasan mengenai hubungan wajib pajak dan fiskus masih hangat diberbincangkan warganet. Isu ini sebenarnya sempat menjadi yang terpopuler pada pekan lalu dan masih berlanjut ke pekan ini.
Seperti diberitakan pekan lalu, Ditjen Pajak (DJP) mulai aktif menerjunkan pegawainya ke lapangan untuk melakukan pengawasan berbasis kewilayahan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan ada 2 prioritas atau sasaran strategis dari kembali aktifnya fiskus terjun ke lapangan pada tahun ini.
Pertama, pengawasan terhadap wajib pajak yang sudah terdaftar. Kedua, upaya perluasan basis pajak atau ekstensifikasi dengan terjun langsung ke lapangan.
"Pada SE-07/PJ/2020 dijelaskan bahwa wajib pajak lainnya pada KPP Pratama terdiri atas wajib pajak lainnya yang telah memiliki NPWP maupun yang belum memiliki NPWP," katanya.
Neilmaldrin mengungkapkan data yang diperoleh dari pengawasan berbasis kewilayahan akan ditindaklanjuti. Dengan demikian, proses bisnis pengawasan berbasis kewilayahan secara langsung dan tidak langsung menambah basis data wajib pajak yang dimiliki DJP.
Artikel lengkap mengenai isu ini, baca Pegawai Kantor Pajak Aktif ke Lapangan, 2 Hal Ini yang Dikejar.
Selain 2 topik di atas, masih ada sejumlah berita pilihan DDTCNews yang sayang untuk dilewatkan. Berikut daftarnya:
1. Bappebti Blokir 249 Situs Investasi Bodong, Ini Daftarnya
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) kembali memblokir ratusan domain situs web perdagangan berjangka komoditi (PBK) yang tak berizin. Situs yang diblokir selama Agustus 2021 sebanyak 249 domain, rekor terbanyak sepanjang tahun berjalan.
Pemblokiran ini dilakukan melalui kerja sama Bappebti dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Masyarakat diminta lebih waspada terhadap penawaran investasi bidang PBK.
"Saat ini banyak modus baru muncul untuk menarik masyarakat agar tergiur berinvestasi di bidang PBK tanpa perlu memperhatikan pentingnya pengetahuan tentang mekanisme trading-nya," ujar Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana.
Apa saja situs investasi bodong yang diblokir? Klik tautan pada judul di atas.
2. Mulai Aktif Terjun ke Lapangan, Pegawai Pajak Dibekali Ini oleh DJP
DJP memberikan pembekalan bagi account representative (AR) agar pengawasan berbasis kewilayahan oleh KPP Pratama berjalan optimal.
Neilmaldrin Noor mengatakan berbagai pelatihan telah dilakukan agar AR memiliki kompetensi dalam melakukan pengawasan berbasis kewilayahan.
"Beberapa pelatihan yang diberikan antara lain pelatihan sistem informasi geografis, pelatihan penguasaan wilayah dengan optimalisasi media internet, dan pelatihan manajemen pengawasan kewilayahan," ujar Neilmaldrin.
Melalui pengawasan berbasis kewilayahan, nantinya AR akan mendapatkan pembagian wajib pajak berdasarkan zona pengawasan dari setiap AR. Melalui langkah ini, ujar Neilmaldrin, AR akan lebih fokus dalam melakukan pengawasan terhadap wajib pajak di zona pengawasannya.
3. DJP Terbitkan Aturan Baru Soal Pemungutan PPN Pulsa & Kartu Perdana
DJP menerbitkan aturan baru mengenai cara pelaksanaan pemungutan PPN atas penjualan pulsa dan kartu perdana melalui Peraturan Dirjen Pajak No. PER-18/PJ/2021.
Merujuk pada PER-18/PJ/2021, peraturan baru tersebut ditetapkan untuk memberikan penegasan terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 6/2021 yang mengatur pengenaan PPN dan PPh Pasal 22 atas penyerahan pulsa dan kartu perdana.
Pada Pasal 3 ayat (2), ditegaskan PPN yang terutang atas penyerahan pulsa oleh distributor pulsa tingkat kedua dan distributor selanjutnya hanya dipungut sebanyak 1 kali oleh distributor tingkat kedua.
Untuk diketahui, distributor pulsa tingkat kedua adalah penyelenggara distribusi yang memperoleh pulsa dari distributor pulsa tingkat pertama dalam suatu tahun pajak.
"Atas penyerahan pulsa dan kartu perdana yang telah dipungut PPN oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya tidak memungut dan menyetor PPN," bunyi Pasal 3 ayat (3).
4. Ditjen Pajak: Hanya WP Badan yang Pungut PPh Pasal 22 Pulsa
Masih menyambung artikel pilihan nomor 3 di atas, DJP memerinci wajib pajak distributor pulsa yang diwajibkan untuk memungut PPh Pasal 22 atas penjualan pulsa.
Pasal 5 ayat (1) PER-18/PJ/2021 menyebutkan hanya distributor pulsa tingkat kedua berbentuk wajib pajak badan yang wajib memungut PPh Pasal 22 atas penjualan pulsa.
"Penyelenggara distribusi tingkat kedua yang memungut PPh Pasal 22 ... merupakan wajib pajak badan," bunyi Pasal 5 ayat (1) PER-18/PJ/2021, dikutip Rabu (22/9/2021).
Distributor pulsa tingkat kedua ditetapkan menjadi pemungut PPh Pasal 22 terhitung sejak tanggal perolehan pulsa dan kartu perdana dari distributor pulsa tingkat pertama.
PPh Pasal 22 ditetapkan mulai terutang pada saat diterimanya pembayaran atau diterimanya deposit oleh distributor pulsa tingkat kedua.
5. DJP Minta Wajib Pajak Lapor Jika Temui Ini Saat Manfaatkan Layanan
Wajib pajak dapat menyampaikan laporan kepada DJP jika mengalami kendala dalam mengakses layanan.
Melalui unggahan pada akun Instagram, otoritas menegaskan pelaporan bisa dilakukan melalui layanan pengaduan. DJP sebelumnya menyebut pelaporan bisa disampaikan melalui surat elektronik (email) [email protected] atau [email protected].
"Jika menemui kendala atau ada yang tidak berkenan atas layanan DJP, #KawanPajak bisa melaporkannya melalui layanan pengaduan DJP," tulis DJP dalam unggahannya.
6. Setuju dengan Pajak Karbon? Sampaikan Pendapat Anda, Rebut Hadiahnya!
DDTCNews kembali menggelar Debat Pajak. Topik yang diangkat kali ini berkaitan dengan pajak karbon.
Anda bisa berpartisipasi dengan klik judul di atas. Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan komentar terbaik dan telah menjawab beberapa pertanyaan survei akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).
Tenang, pajak hadiah ditanggung penyelenggara. Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Senin, 11 Oktober 2021 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Kamis, 14 Oktober 2021. (sap)