Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memberikan paparan, Selasa (24/8/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Pembagian beban (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam membiayai defisit APBN akan menekan beban bunga utang yang ditanggung pemerintah pada tahun-tahun ke depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan rasio belanja bunga utang pada 2021 dan tahun-tahun mendatang bisa mencapai 2,4% dari PDB atau lebih tinggi apabila tidak ada burden sharing antara pemerintah dan BI.
"Dengan SKB ini (SKB III), kami bisa turunkan rasio belanja bunga utang terhadap PDB menjadi 2,21% sampai dengan 2,25% dalam kurun waktu hingga 2025," katanya, Selasa (24/8/2021).
Dengan adanya SKB III untuk tahun ini dan tahun depan, pemerintah akan memiliki ruang fiskal tambahan untuk mendukung konsolidasi fiskal, keberlanjutan fiskal, dan kemampuan pemerintah dalam membayar utang.
Langkah ini juga diharapkan dapat mendukung pengembalian defisit fiskal ke bawah 3% dari PDB pada tahun 2023 sesuai dengan amanat Perppu 1/2020 yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui UU 2/2020.
Sebagai informasi, BI akan membeli surat berharga negara (SBN) senilai Rp215 triliun pada 2021 dan Rp224 triliun pada tahun depan. Pembagian beban antara pemerintah dan BI pada SKB III akan terbagi dalam 2 klaster yakni klaster A dan klaster B
Pada skema klaster A, BI akan membeli SBN sebesar Rp58 triliun pada 2021 dan Rp40 triliun pada 2022. SBN pada klaster A memiliki tingkat suku bunga setara dengan reverse repo BI tenor 3 bulan. Bunga SBN klaster A akan ditanggung oleh BI.
Pada skema klaster B, BI akan membeli SBN senilai Rp157 triliun pada tahun ini dan Rp184 triliun pada tahun depan. SBN pada klaster B memiliki tingkat suku bunga setara dengan reverse repo BI tenor 3 bulan. Bunga dari SBN klaster B akan ditanggung oleh pemerintah.
Seluruh pembiayaan utang yang terkumpul melalui burden sharing SKB III tersebut akan digunakan untuk mendanai program penanganan kesehatan dan kemanusiaan yang timbul akibat pandemi Covid-19. (rig)