Materi yang disampaikan Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (5/7/2021). (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengusulkan pengenaan alternative minimum tax (AMT) atau pajak penghasilan (PPh) minimum dengan tarif sebesar 1%.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan AMT perlu dimasukkan dalam revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) karena adanya tren peningkatan wajib pajak yang membukukan kerugian selama 5 tahun berturut dan tidak membayar pajak. Meski terus merugi, perusahaan-perusahaan ini masih terus beroperasi di Indonesia.
"Ini di antaranya akibat cost yang tinggi karena transfer mispricing. Ini trigger bagi kami untuk menangkal penghindaran pajak dengan model seperti ini," ujar Suryo dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Senin (5/7/2021).
AMT akan berperan sebagai safeguard dengan mengenakan pajak sebesar 1% dari penghasilan bruto terhadap wajib pajak badan yang melaporkan rugi atau yang memiliki PPh badan terutang kurang dari 1% dari penghasilannya.
Penghasilan yang dimaksud baik dari kegiatan usaha maupun luar kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya terkait, tidak termasuk penghasilan yang dikenai PPh final dan bukan objek pajak.
Suryo mengatakan tidak semua wajib pajak badan yang rugi akan dikenai AMT. Beberapa wajib pajak yang akan dikecualikan dari AMT antara lain wajib pajak badan yang belum berproduksi secara komersial, wajib pajak yang secara natural mengalami kerugian, dan wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas-fasilitas seperti tax holiday dan lain sebagainya.
Seperti diketahui, total wajib pajak yang melaporkan kerugian secara berturut-turut selama 5 tahun meningkat dari 5.199 wajib pajak pada 2012 hingga 2016 menjadi 9.496 wajib pajak pada 2015 hingga 2019. Hal ini mengindikasikan maraknya praktik pengelakan pajak yang terjadi di Indonesia. Simak pula ‘Waduh, Porsi SPT Badan dengan Status Rugi Fiskal Terus Naik’.
Selama ini, Indonesia hanya memiliki specific anti-avoidance rule (SAAR) untuk menangkal praktik penghindaran pajak. Selain AMT, RUU KUP juga mengusulkan klausul baru tentang general anti-avoidance rule (GAAR).
Melalui GAAR, otoritas pajak akan memiliki kewenangan untuk membatalkan atau mengoreksi suatu transaksi untuk tujuan pajak jika transaksi tersebut tidak memiliki substansi ekonomi atau semata-mata dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pajak. (kaw)