Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu saat menjadi salah satu narasumber dalam acara Hot Economy Berita Satu, Rabu (16/6/2021).
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menegaskan proses reformasi perpajakan yang dilakukan tidak akan mengganggu proses pemulihan ekonomi dan memberatkan kelompok masyarakat rentan dan miskin.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan fokus pemerintah saat ini adalah mendukung proses pemulihan ekonomi. Untuk itu, desain reformasi perpajakan diarahkan untuk mendukung pemulihan dan tidak memberatkan masyarakat.
"Adanya diskusi reformasi perpajakan saat ini masyarakat jangan sampai salah mengerti. Saat ini warga miskin menjadi fokus pemerintah. Desain PPN itu tidak mungkin memberatkan masyarakat miskin dan rentan," katanya dalam acara Hot Economy Berita Satu, Rabu (16/6/2021).
Saat ini, lanjut Febrio, pemerintah tengah dihadapkan dengan tantangan dalam memberikan dukungan pada proses pemulihan ekonomi dan konsolidasi fiskal. Menurutnya, kedua aspek tersebut perlu dicari dan dijaga titik keseimbangannya.
Untuk itu, arah pembaruan kebijakan dalam reformasi perpajakan disiapkan pemerintah agar yang memiliki kemampuan membayar pajak tetap berkontribusi. Sementara itu, kelompok masyarakat yang rentan dan terdampak pandemi tetap diberikan dukungan, baik dari sisi fiskal dan nonfiskal.
Dia mencontohkan arah perombakan kebijakan perpajakan yang dilakukan dengan selektif. Misal, kontribusi sektor pertanian pada penerimaan pajak yang tergolong kecil dibandingkan dengan sektor ekonomi lain seperti perdagangan dan manufaktur.
Rasio pajak (tax ratio) sektor pertanian masih sekitar 2%, sedangkan perdagangan dan manufaktur sudah double digit. Hal ini juga dikarenakan pemerintah telah memberikan insentif kepada sektor pertanian sekitar Rp20 triliun—Rp24 triliun per tahunnya.
Berkaca pada tax ratio yang masih rendah dan tingginya nilai insentif maka proses bisnis penggalian potensi penerimaan pajak sektor pertanian dilakukan dengan selektif dengan meminimalkan dampak distorsi pada pemulihan ekonomi.
"Jadi reformasi perpajakan dilakukan dengan berkeadilan dengan melihat sektor demi sektor ekonomi. Sektor mana yang sudah bayar pajak tinggi dan mana yang kurang. Kita membutuhkan reformasi perpajakan bukan untuk 1-2 tahun tapi 10 tahun ke depan," tutur Febrio.
Saat ini, lanjutnya, belum ada pembicaraan reformasi perpajakan dari sisi kebijakan. Pemerintah dan DPR belum melakukan pembahasan resmi perihal reformasi kebijakan perpajakan seperti yang sudah ramai dibicarakan masyarakat seperti PPN sembako dan jasa pendidikan.
"Kita tunggu pembahasannya. Saat ini belum ada pembahasan dan kami tidak bisa melangkah lebih jauh," ujarnya. (rig)