SINGLE IDENTITY NUMBER

Mantan Dirjen Pajak: Konsep SIN Sudah Ada Sejak Era Soekarno

Muhamad Wildan
Rabu, 21 April 2021 | 16.45 WIB
Mantan Dirjen Pajak: Konsep SIN Sudah Ada Sejak Era Soekarno

Hadi Poernomo saat memberikan paparanĀ dalam webinar berjudulĀ Mampukah SIN Pajak Mencegah Tindak Pidana Korupsi?, Rabu (21/4/2021).

JAKARTA, DDTCNews ā€“ Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo menyebutkan konsep awal mengenai single identity number (SIN) sesungguhnya sudah tercetus sejak Soekarno menjabat sebagai presiden.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2/1965 sudah memberikan landasan mengenai peniadaan rahasia bagi aparat pajak. Hal ini secara khusus tertuang pada Pasal 12 ayat (2) Perppu No. 2/1965.

"Ternyata pada tahun 1965 di situ kami melihat founding father kita Bung Karno menyatakan untuk menyukseskan negara ini [perlu] meniadakan rahasia bagi aparat pajak," katanya dalam webinar berjudul Mampukah SIN Pajak Mencegah Tindak Pidana Korupsi?, Rabu (21/4/2021).

Saat sistem self-assessment dimulai berlaku berkat UU 6/1983, lanjut Hadi, pemerintah memberikan kewenangan kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri penghasilannya dalam surat pemberitahuan (SPT).

Meski begitu, kebebasan yang diberikan kepada wajib pajak ini dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk memanipulasi SPT mengingat DJP tidak memiliki data pembanding untuk menguji kebenaran dari SPT tersebut.

"Mampukah orang pajak menguji berapa jumlahnya ini? Lengkapkah jumlahnya ini? Susah, karena kita tidak punya monitored self-assessment system. Kita tidak punya bank data, kita tidak punya SIN," tutur Hadi yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dia menjelaskan konsep transparansi yang sudah diusung oleh Soekarno pada Perppu 2/1965 tersebut dihidupkan kembali pada 2001 dan diatur dalam UU 19/2001. UU tersebut adalah UU APBN untuk tahun anggaran 2002.

Pada penjelasan atas UU 19/2001, penerimaan pajak dipandang perlu untuk ditingkatkan. Langkah yang perlu dilakukan antara lain penyisiran terhadap kegiatan usaha tertentu, penyisiran terhadap berbagai objek pajak dan transaksi tertentu, serta pengembangan sistem informasi dan monitoring perpajakan secara terintegrasi.

Sejak 2001, Hadi menilai DJP telah aktif melakukan nota kesepahamaan dengan beberapa pihak dari pemerintah pusat, pemda, lembaga, swasta, dan pihak lain untuk membuka data yang nonrahasia dan disambungkan ke sistem DJP.

Seiring dengan berjalannya waktu, revisi UU KUP melalui UU 28/2007 memasukkan Pasal 35A. Pasal tersebut mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk memberikan data dan informasi perpajakan kepada DJP.

Berlanjut ke era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Perppu 1/2017 telah diterbitkan sehingga DJP berwenang mendapatkan akses atas informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sejalan dengan komitmen AEOI.

"Mengapa [SIN] tidak terjadi walau sudah lengkap undang-undangnya? Ada peraturan pelaksanannya yang diduga inkonsisten sehingga melanggar peraturan perundang-undangan," ujar Hadi. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.