Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Untuk dapat menyampaikan SPT Masa PPh unifikasi melalui aplikasi e-bupot unifikasi, pemotong/pemungut PPh harus memiliki sertifikat elektronik.
Sesuai dengan ketentuan pada PER-23/PJ/2020, bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) unifikasi yang berbentuk dokumen Elektronik dibuat dan disampaikan melalui aplikasi e-bupot unifikasi.
“Untuk dapat menyampaikan SPT Masa PPh unifikasi dengan menggunakan aplikasi e-bupot unifikasi …, pemotong/pemungut PPh harus memiliki sertifikat elektronik,” bunyi penggalan Pasal 10 ayat (1) beleid tersebut, dikutip pada Senin (25/1/2021).
Sertifikat elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
Pemotong/pemungut PPh yang belum memiliki sertifikat elektronik harus menyampaikan permintaan sertifikat elektronik yang dilakukan sesuai dengan perdirjen pajak tentang petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, sertifikat elektronik, dan pengukuhan pengusaha kena pajak.
Penyampaian permintaan tersebut juga harus dilakukan bagi pemotong/pemungut PPh yang memiliki sertifikat elektronik tapi masa berlakunya telah berakhir. Simak ‘Beleid Baru Administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, & Pengukuhan PKP’.
Adapun SPT Masa PPh unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam 1 masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam dokumen APBN Kita edisi Januari 2021, otoritas mengatakan pelaporan SPT Masa unifikasi sebelumnya telah dilakukan secara bertahap di beberapa perusahaan BUMN dengan dasar hukum PER-20/PJ/2019. Peraturan itu kemudian dicabut dengan terbitnya PER-23/PJ/2020 untuk implementasi yang lebih luas.
Hingga saat ini, DJP belum memberikan informasi atau pengumuman terkait dengan aplikasi e-bupot unifikasi yang bisa digunakan oleh pemotong/pemungut PPh. Sebagai informasi kembali, PER-23/PJ/2020 berlaku sejak 28 Desember 2020.
Dalam Pasal 8 disebutkan pemotong/pemungut PPh wajib melakukan penyetoran PPh yang telah dipotong/dipungut paling lama 10 hari setelah masa pajak berakhir. Pemotong/pemungut PPh juga wajib melaksanakan penyetoran PPh terutang yang disetorkan sendiri paling lama 15 hari setelah masa pajak berakhir.
Penyampaian SPT Masa PPh unifikasi paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir. Dalam hal SPT Masa PPh unifikasi tidak disampaikan dalam jangka waktu tersebut, ada sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000 yang dikenakan sebagai satu kesatuan dan tidak dihitung bagi tiap-tiap jenis PPh.
“Jumlah pajak yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP,” bunyi Pasal 8 ayat (3) PER-23/PJ/2020. (kaw)