Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mulai merancang aturan penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas bunga obligasi yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1b) UU PPh sebagaimana telah diubah melalui UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (5) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha, tarif PPh atas bunga yang akan diturunkan berlaku untuk bunga obligasi internasional yang diterima wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT).
"Dalam hal penghasilan berupa bunga obligasi internasional diperoleh wajib pajak dalam negeri, pengenaan pajaknya sesuai ketentuan PP tentang PPh atas penghasilan berupa bunga obligasi," bunyi pasal penjelas dari Pasal 3 ayat (5) RPP tersebut, Kamis (21/1/2021).
Dalam RPP tersebut, tarif PPh Pasal 26 atas bunga terbaru masih belum disebutkan. Namun demikian, tarif PPh tersebut dipastikan lebih rendah dari 20%. Adapun tata cara pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 26 atas bunga obligasi itu akan diatur melalui peraturan menteri keuangan.
Pada rancangan beleid tersebut, bunga obligasi internasional didefinisikan sebagai imbalan yang diterima pemegang obligasi internasional dalam bentuk bunga, ujrah/fee, bagi hasil, margin, penghasilan sejenis lainnya, serta diskonto.
Untuk diketahui, Ditjen Pajak (DJP) sebelumnya menyatakan penurunan tarif PPh Pasal 26 atas bunga menjadi lebih rendah dari 20% diperlukan untuk mendukung penerbitan obligasi di luar negeri baik oleh pemerintah maupun oleh korporasi.
Pada November 2020, Kasubdit Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh dan PPh OP DJP Heri Kuswanto menerangkan subjek pajak luar negeri (SPLN) pembeli obligasi tidak mau dikenai pajak atas bunga obligasi yang diterimanya.
Akibatnya, pemerintah dan korporasi penerbit obligasi internasional terpaksa menanggung PPh Pasal 26 yang seharusnya menjadi beban penerima bunga obligasi.
"Ketentuan ini mudah-mudahan sesuai dengan kondisi dan masukan dari pemerintah dan sektor usaha penerbit obligasi," kata Heri dalam Sosialisasi UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan pada 17 November 2020. (rig)