Seorang petugas pajak melayani masyarakat di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Dua di Jakarta, beberapa waktu lalu. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali melihat adanya permasalahan berulang dalam tata kelola piutang perpajakan di Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea Cukai (DJBC). (Foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali melihat adanya permasalahan berulang dalam tata kelola piutang perpajakan di Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea Cukai (DJBC).
Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I/2020 BPK menyebutkan ada 3 rekomendasi yang langsung ditujukan kepada Dirjen Pajak untuk memperbaiki tata kelola piutang pajak. Ketiga rekomendasi tersebut berkaitan dengan pembaruan sistem informasi di tubuh otoritas.
"Dirjen Pajak agar memutakhirkan sistem informasi dalam memastikan validitas data piutang pajak dan penyisihan atas piutang pajak, serta memastikan piutang PBB yang terintegrasi dengan sistem informasi DJP," tulis IHPS I/2020 BPK dikutip Rabu (23/12/2020).
Rekomendasi BPK itu bersumber dari hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019 yang menemukan kelemahan sistem pengendalian intern dalam penatausahaan piutang perpajakan di DJP dan DJBC. Akibat kelemahan ini timbul implikasi bagi keuangan negara.
Dampak kelemahan tersebut antara lain  hak penagihan piutang perpajakan berpotensi tidak berlaku sebesar Rp24,33 miliar, saldo piutang perpajakan kurang catat sebesar Rp333,36 miliar dan lebih catat sebesar Rp62,69 miliar.
Selanjutnya, data piutang perpajakan tidak diyakini kebenarannya sebesar Rp238,18 miliar. Kemudian menyebabkan  proses penagihan piutang di DJBC menjadi berlarut-larut dan penerimaan yang telah menjadi hak negara tidak dapat segera diterima dan dimanfaatkan oleh negara.
BPK menjelaskan temuan tata kelola piutang perpajakan terjadi karena DJP dan DJBC belum memiliki sistem dan mekanisme pengendalian yang mampu memvalidasi penghitungan piutang perpajakan dan penyisihan piutang terhadap mutasi yang menjadi faktor penambah dan pengurangnya.
"Serta [DJP dan DJBC] belum optimal dalam pelaksanaan administrasi piutang dan monitoring penagihan piutang," ungkap BPK.
Laporan IHPS Semester I/2020 menyatakan komitmen menteri keuangan dan wakil menteri keuangan untuk menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK terkait dengan tata kelola piutang perpajakan.
Pimpinan otoritas memberikan tanggapan antara lain DJP akan melakukan koreksi dan penelitian dokumen pendukung piutang perpajakan. Sedangkan DJBC akan memperbaiki proses pengadministrasian, penatausahaan, dan monitoring penagihan piutang.
BPK merekomendasikan agar menteri keuangan memerintahkan Dirjen Pajak memutakhirkan sistem informasi, dan menginstruksikan pejabat di Kantor Pelayanan Pajak dan Kanwil DJP lebih cermat dan tertib dalam melakukan penginputan dokumen piutang ke dalam sistem informasi DJP.
Adapun rekomendasi BPK kepada Menkeu Sri Mulyani untuk perbaikan tata kelola piutang di DJBC adalah memerintahkan Dirjen Bea Cukai untuk menyusun kajian dalam rangka revisi peraturan direktur jenderal terkait dengan penatausahaan piutang. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.