Sejumlah pekerja mempersiapkan pemasangan girder proyek strategis nasional Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Km 29, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (2/9/2020). PMK 130/2020 mempertegas kewenangan Ditjen Pajak dalam melakukan pemeriksaan lapangan untuk penentuan waktu dimulainya pemanfaatan fasilitas tax holiday.(ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/aww)
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/2020 mengenai tax holiday mempertegas kewenangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam melakukan pemeriksaan lapangan untuk penentuan waktu dimulainya pemanfaatan fasilitas tax holiday oleh wajib pajak badan.
Seperti diketahui, wajib pajak badan yang diputuskan memperoleh fasilitas tax holiday mulai memanfaatkan fasilitas tersebut sejak tahun pajak saat mulai beroperasi komersial.
Sesuai dengan Pasal 12 ayat (2), pemanfaatan fasilitas tax holiday ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan DJP setelah DJP menerima permohonan pemanfaatan fasilitas tax holiday dari wajib pajak.
Penegasan mengenai pemeriksaan lapangan oleh DJP tertuang pada Bab VII PMK No. 130/2020 yang terdiri dari dua pasal yakni Pasal 13 dan Pasal 14.
"Pemeriksaan lapangan ... dilaksanakan paling lama 45 hari kerja sejak surat pemberitahuan pemeriksaan disampaikan kepada wajib pajak, wakil dari wajib pajak, kuasa dari wajib pajak, atau pegawai dari wajib pajak," bunyi Pasal 13 ayat (1) PMK 130/2020, dikutip Rabu (14/10/2020).
Ketentuan mengenai jangka waktu pemeriksaan lapangan oleh DJP ini tidak tertuang dalam PMK sebelumnya yakni PMK No. 150/2018. Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) juga mempertegas kegiatan yang dilakukan oleh DJP dalam pemeriksaan lapangan.
Pemeriksaan yang tertuang dalam Pasal 13 ayat (2) meliputi penentuan saat mulai berproduksi komersial, pengujian realisasi penanaman modal baru saat mulai berproduksi komersial, dan pengujian realisasi penanaman modal baru bagi wajib pajak yang mendapatkan penugasan pemerintah.
Kemudian pengujian kesesuaian realisasi dengan rencana kegiatan usaha utama, dan pengujian atas pemenuhan ketentuan Pasal 6 ayat (1) yang mewajibkan wajib pajak untuk mengajukan permohonan tax holiday sebelum saat mulai berproduksi komersial.
Khusus wajib pajak yang memperoleh tax holiday dengan kegiatan usaha di luar daftar industri pionir Pasal 3 ayat (2), pemeriksaan lapangan juga meliputi kegiatan penilaian kembali atas kriteria kuantitatif industri pionir.
Dalam melakukan pemeriksaan, DJP harus mengacu pada PMK mengenai tata cara pemeriksaan dan dapat meminta keterangan ataupun melibatkan tenaga ahli, kementerian sektor terkait, ataupun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pada Pasal 14, Kementerian Keuangan memerinci jenis temuan dari hasil pemeriksaan, antara lain temuan mengenai jumlah nilai realisasi penanaman modal baru yang menjadi dasar pemberian jangka waktu tax holiday.
Kemudian temuan ketidaksesuaian realisasi penanaman modal baru dengan batas minimal realisasi penanaman modal baru Rp100 miliar pada Pasal 2 ayat (2), hingga temuan mengenai kesesuaian ataupun ketidaksesuaian realisasi penanaman modal dengan rencana kegiatan usaha utama.
Temuan yang dapat muncul pada hasil pemeriksaan lapangan juga berupa temuan yang menunjukkan wajib pajak badan belum berproduksi komersial ataupun telah berproduksi komersial pada saat pengajuan permohonan tax holiday.
Selanjutnya, temuan mengenai adanya penolakan dari wajib pajak untuk diperiksa, hingga temuan mengenai tidak terpenuhinya kriteria kuantitatif industri pionir bagi wajib pajak yang penanaman modalnya tidak tercakup dalam daftar industri pionir Pasal 3 ayat (2).
Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan wajib pajak belum berproduksi komersial, wajib pajak dinyatakan belum berproduksi komersial dan masih dapat mengajukan kembali permohonan penetapan saat mulai berproduksi komersial.
Namun, apabila hasil pemeriksaan menemukan wajib pajak enggan diperiksa oleh DJP, menteri keuangan akan menerbitkan surat yang menyatakan permohonan tax holiday wajib pajak badan tidak dapat diproses dan tidak dapat dipertimbangkan.
Keputusan pemberian tax holiday juga dicabut apabila hasil pemeriksaan DJP menunjukkan nilai penanaman modal baru yang dilakukan wajib pajak badan berada di bawah batas minimal Rp100 miliar dan terdapat ketidaksesuaian antara realisasi dengan rencana kegiatan usaha utama.
Kemudian terdapat temuan yang menunjukkan wajib pajak telah berproduksi komersial pada saat pengajuan permohonan tax holiday, atau bila kriteria kuantitatif industri pionir tidak terpenuhi, maka
Pencabutan keputusan pemberian tax holiday itu selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.