Ilustrasi. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews—Ditjen Bea Cukai (DJBC) mencatat penerimaan bea dan cukai di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sepanjang semester I/2020 mencapai Rp17,43 triliun, naik 10% ketimbang periode yang sama tahun lalu.
Kepala Kanwil DJBC Jateng-DIY Padmoyo Tri Wikanto mengatakan realisasi itu setara 39,28% dari target tahun ini senilai Rp44,36 triliun. Menurutnya realisasi penerimaan pada semester I/2020 masih mampu tumbuh positif karena ditopang penerimaan cukai.
"Capaian kinerja itu dibantu banyak oleh cukai. Cukai pertumbuhannya positif,. Jadi year on year penerimaan bea cukainya positif," katanya kepada DDTCNews, Rabu (15/7/2020).
Padmoyo menambahkan penerimaan cukai semester I/2020 mencapai Rp16,66 triliun, atau 36,05% terhadap target tahun ini sebesar Rp42,02 triliun. Adapun penerimaan cukai tersebut sebagian besar disumbang dari cukai hasil tembakau atau rokok.
Berdasarkan data DJBC, setoran cukai hasil tembakau atau rokok mencapai Rp15,99 triliun atau 39,36% dari target Rp40,36 triliun. Realisasi cukai itu juga menunjukkan pertumbuhan 12,75% secara tahunan.
Padmoyo menyebut kinerja penjualan rokok di Jateng-DIY secara umum masih bagus. Meski ada pandemi virus Corona, menurutnya masyarakat tetap mengkonsumsi rokok, terutama dari golongan II dan III. "Memang ini agak anomali," tuturnya.
Sementara itu, penerimaan cukai minuman mengandung etil alkohol tercatat senilai Rp632,47 miliar atau 47,36% dari target Rp1,34 triliun. Realisasi itu tumbuh 6,86% dibanding periode yang sama tahun 2019.
Pada cukai etil alkohol, setoran tumbuh 236,77% seiring dengan meningkatnya kebutuhan hand sanitizer saat pandemi. Realisasinya mencapai Rp46,7 miliar atau 147,24% dari target yang hanya Rp21,72 miliar.
Dari sisi kepabeanan, penerimaan bea tercatat terkontraksi. Setoran bea masuk hanya Rp726,2 miliar, turun 29,1% dari periode yang sama tahun lalu. Realisasi itu hanya 32,33% dari target tahun ini senilai Rp2,25 triliun.
Pada saat bersamaan, realisasi penerimaan bea keluar hanya Rp28,26 miliar, turun 40,17%. Realisasi itu setara 31,16% dari target tahun ini senilai Rp90,7 miliar.
"[Penerimaan bea masuk dan bea keluar rendah] Karena perdagangan internasional lesu. Manufaktur lesu dan konsumsi daya beli turun, untuk produk-produk apa saja," ujar Padmoyo. (rig)