Ilustrasi. Nasabah bertransaksi di anjungan tunai mandiri (ATM) Bank Mandiri, Jakarta, Selasa (19/5/2020). PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sejak 4 Mei 2020 telah menyiapkan uang tunai Rp19,2 triliun untuk mengantisipasi kenaikan kebutuhan di bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.
JAKARTA, DDTCNews – Pandemi virus Corona telah menyebabkan tekanan pada penerimaan pajak per akhir April 2020.
Hal itu dikatakan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara melalui video conference APBN Kita pada sore ini, Rabu (20/5/2020). Industri manufaktur yang menjadi andalan karena berkontribusi besar pada penerimaan pajak masih mampu tumbuh meski ada pandemi virus Corona.
Realisasi penerimaan pajak dari industri pengolahan per April 2020 sebesar Rp108,36 triliun dengan kontribusi 29,5% terhadap total penerimaan pajak. Penerimaan itu masih tumbuh 4,68%, sedangkan pada periode yang sama tahun lalu terkontraksi 1,58%.
"Pertumbuhan industri pengolahan terutama disebabkan oleh melambatnya restitusi dan masih baiknya kinerja pada kuartal I," katanya.
Pada usaha perdagangan, penerimaan pajaknya senilai Rp73,92 triliun dengan kontribusi 20,2%. Usaha perdagangan mengalami kontraksi 4,83%. Padahal per akhir April 2019 tercatat tumbuh 3,05%. Hal itu disebabkan oleh perlambatan impor, tingginya restitusi, serta perlambatan kegiatan perdagangan secara umum.
Usaha jasa keuangan dan asuransi tetap mencatatkan penerimaan pajak yang positif dengan realisasi Rp57,88 triliun. Penerimaan ini mengalami pertumbuhan 8,16% dengan berkontribusi 15,8% dari total penerimaan pajak.
Pertumbuhannya yang sebesar 8,16%, sedikit melambat dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 8,81%. Adanya pertumbuhan itu didorong oleh peningkatan dana pihak ketiga. Sektor ini juga menjadi kegiatan usaha yang tetap beroperasi meski ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Sektor konstruksi dan real estate yang menyumbang penerimaan pajak Rp22,52 triliun mengalami kontraksi 4,61%. Hal ini lantaran ada peningkatan restitusi dan penurunan kegiatan usaha akibat pandemi. Padahal, per April 2019, penerimaan pajaknya masih mampu tumbuh 2,96%.
Selanjutnya, sektor pertambangan yang menyumbang penerimaan pajak Rp16,46 triliun, mengalami kontraksi paling dalam dibanding sektor usaha lainnya. Penerimaan pajaknya turun 27,55%, sedikit lebih dalam dibanding periode yang sama tahun lalu minus 22,03%.
"Tekanan pada penerimaan pajak sektor pertambangan berasal dari penurunan harga komoditas global," imbuh Suahasil.
Sementara itu, penerimaan pajak dari usaha transportasi pergudangan yang senilai Rp16,97 triliun juga mengalami kontraksi 2,95%. Padahal, per April 2019 penerimaan pajak sektor ini mampu tumbuh 26,14%.
Menurut Suahasil, kondisi itu disebabkan oleh penurunan pengguna transportasi akibat kebijakan PSBB, baik pada transportasi darat, laut, maupun udara. Penurunan juga terjadi pada kegiatan pembangunan sarana penunjang transportasi. Simak artikel ‘Lengkap! Ini Realisasi Penerimaan Perpajakan Per Akhir April 2020’. (kaw)