PMK 22/2020

Ini Faktor Kesebandingan dalam Penerapan ALP Menurut PMK 22/2020

Redaksi DDTCNews
Senin, 30 Maret 2020 | 09.54 WIB
Ini Faktor Kesebandingan dalam Penerapan ALP Menurut PMK 22/2020

Ilustrasi gedung DJP. 

JAKARTA, DDTCNews – Kondisi transaksi menjadi salah satu variabel yang dibandingkan dalam penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (Arm’s Length Principle/ALP). Apa saja yang masuk dalam cakupan kondisi transaksi tersebut?

Dalam pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No.22/PMK.03/2020 disebutkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha diterapkan dengan membandingkan kondisi dan indikator harga transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan kondisi dan indikator harga transaksi independen yang sebanding.

“Kondisi transaksi … merupakan karakteristik ekonomi yang relevan untuk menentukan harga transfer wajar,” demikian bunyi penggalan pasal 10 ayat (1) beleid tersebut. Baca pula artikel 'Simak, Tahapan Penerapan Prinsip Kewajaran & Kelaziman Usaha (ALP)'. 

Karakteristik ekonomi yang relavan itu seperti pertama, ketentuan kontraktual, baik tertulis atau tidak tertulis. Ketentuan kontraktual merupakan ketentuan yang dilaksanakan dan/atau berlaku bagi para pihak yang bertransaksi sesuai keadaan yang sebenarnya.

Kedua, fungsi yang dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak yang bertransaksi. Fungsi yang dimaksud adalah aktivitas dan/atau tanggung jawab pihak-pihak yang bertransaksi dalam menjalankan kegiatan usaha.

Adapun aset yang dimaksud adalah aset berwujud, aset tidak berwujud, aset keuangan, dan/atau aset nonkeuangan yang berpengaruh dalam pembentukan nilai (value creation), termasuk akses dan tingkat penguasaan pasar di Indonesia.

Sementara itu, risiko yang dimaksud dalam beleid ini merupakan dampak dari ketidakpastian dalam mencapai tujuan usaha yang ditanggung pihak-pihak yang bertransaksi.

Ketiga, karakteristik produk (barang atau jasa) yang ditransaksikan. Karakteristik produk ini adalah karakteristik spesifik dari barang atau jasa yang secara signifikan memengaruhi penetapan harga dalam pasar terbuka.

Keempat, keadaan ekonomi. Keadaan ekonomi, seperti yang dinyatakan dalam pasal 10 ayat (7) beleid tersebut, merupakan karakteristik ekonomi dari tempat usaha dan pasar dari para pihak yang bertransaksi.

Kelima, strategi bisnis yang dijalankan para pihak yang bertransaksi. Adapun strategi bisnis di sini merupakan strategi yang dilakukan oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya di pasar terbuka. Simak pula artikel ‘DJP: PMK 22/2020 Dorong Transparansi Wajib Pajak’. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.