JAKARTA, DDTCNews - Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan para menteri di kediamannya, kemarin malam, untuk membahas berbagai isu. Salah satunya, soal kewajiban menyimpan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) sebesar 100% selama setahun.
Sebagaimana diatur dalam PP 8/2025, eksportir kini memiliki kewajiban menempatkan DHE SDA sebesar 100% selama setahun mulai 1 Maret 2025.
"Kan sudah berlaku mulai bulan Maret. Jadi membahas untuk melakukan evaluasi sejauh mana efektivitas dan dampak terhadap diberlakukannya DHE," kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dikutip pada Senin (13/10/2025).
Prasetyo mengatakan Prabowo ingin mengevaluasi berbagai kebijakan di bidang ekonomi yang telah diterapkan, termasuk kewajiban penempatan DHE SDA di dalam negeri. Kebijakan ini antara lain bertujuan memperkuat ketahanan ekonomi nasional dengan cara menciptakan stabilitas makroekonomi dan pasar keuangan domestik.
Pertemuan yang digelar Prabowo ini dihadiri oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming dan sejumlah menteri di bidang perekonomian. Sayangnya, laporan yang diterima Prabowo soal penerapan ketentuan DHE SDA belum terlalu menggembirakan.
"Memang perlu juga terus kita pelajari karena dari yang sudah kita terapkan hasilnya belum cukup menggembirakan. Masih ada beberapa yang memungkinkan devisa kita belum seoptimal yang kita harapkan," ujar Prasetyo.
Melalui PP 8/2025, pemerintah mengatur kewajiban eksportir menempatkan DHE SDA sebesar 100% selama setahun, dari sebelumnya paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan, mulai 1 Maret 2025.
Ketentuan penempatan DHE SDA 100% selama setahun berlaku untuk sektor pertambangan kecuali minyak dan gas bumi, perkebunan kehutanan, dan perikanan. Sektor minyak dan gas bumi dikecualikan dalam PP 8/2025, sehingga penempatan DHE SDA-nya tetap mengacu pada PP 36/2023, paling sedikit sebesar 30% dan dalam jangka waktu 3 bulan.
Pada PP 8/2025 juga mengatur penggunaan DHE SDA yang ditempatkan ke rekening khusus untuk 5 keperluan. Pertama, penukaran ke rupiah di bank yang sama untuk menjalankan operasional dan menjaga keberlangsungan usahanya.
Kedua, pembayaran dalam bentuk valuta asing atas kewajiban pajak, penerimaan negara bukan pajak, dan kewajiban lainnya kepada pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan. Ketiga, pembayaran dividen dalam bentuk valuta asing.
Keempat, pembayaran untuk pengadaan barang dan jasa berupa bahan baku, bahan penolong atau barang modal, yang belum tersedia, tidak tersedia, tersedia tetapi hanya sebagian, tersedia tetapi spesifikasinya tidak memenuhi di dalam negeri, dalam bentuk valuta asing.
Kelima, pembayaran kembali atas pinjaman untuk pengadan barang modal dalam bentuk valuta asing.
Terhadap eksportir yang tidak patuh menempatkan DHE SDA di dalam negeri, bakal disanksi penangguhan layanan atau ekspor berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Blokir layanan kepabeanan ini dapat kembali dibuka apabila eksportir telah melaksanakan ketentuan SDE SDA.
Di sisi lain, PP 8/2025 tidak mengubah pasal yang mengatur fasilitas perpajakan bagi eksportir yang patuh menempatkan DHE SDA di dalam negeri. Pasal ini menyatakan penghasilan atas penempatan DHE SDA dapat diberikan tarif pajak yang lebih rendah, serta eksportir dapat ditetapkan sebagai eksportir bereputasi baik.
Adapun dalam PP 22/2024, kemudian diatur pemberian insentif pajak apabila DHE SDA ditempatkan pada instrumen moneter/keuangan tertentu. Atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang dananya dalam valuta asing, dikenai PPh final dengan tarif sebesar 0% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan.
Setelahnya, tarif PPh final sebesar 2,5% dikenakan untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan; tarif PPh final sebesar 7,5% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan; serta tarif PPh final sebesar 10% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.
Sementara atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau keuangan tertentu yang dananya dikonversi dari valuta asing ke mata uang rupiah, dikenai PPh final yang lebih rendah. Tarif PPh final 0% berlaku untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan atau lebih dari 6 bulan.
Kemudian, tarif PPh final sebesar 2,5% berlaku untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan. Adapun untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan, dikenakan tarif PPh final sebesar 5%. (dik)