JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengimbau pemerintah daerah (pemda) untuk mempertimbangkan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat ketika menyusun produk hukum daerah, termasuk produk hukum terkait pajak.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan efektivitas penegakan dari suatu produk hukum baik peraturan daerah (perda) maupun peraturan kepala daerah ditentukan oleh aspek-aspek tersebut.
"Yang paling penting yaitu harus melihat kondisi masyarakat, kondisi sosial budayanya, kondisi ekonominya itu harus dipertimbangkan, baik sebelum membuat peraturan maupun setelah," ujar Tito, dikutip pada Jumat (28/8/2025).
Bila dimensi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat tidak dipertimbangkan, aturan yang disusun oleh pemda berpotensi tidak bisa berjalan secara efektif dan bahkan ditolak oleh publik.
Oleh karena itu, Tito menekankan bahwa setiap produk hukum daerah memerlukan uji publik, sosialisasi, dan analisis risiko sebelum produk hukum tersebut diterbitkan.
"Kalau kita membaca bahwa ini mayoritas akan resisten, don't take any risk, jangan dilakukan," ujar Tito.
Bila mayoritas masyarakat sudah menyetujui produk hukum yang dirancang dan sudah memahami tujuan dari produk hukum dimaksud, barulah pemda bisa menerapkan. Dengan cara ini, penerbitan produk hukum diharap tidak menimbulkan penolakan dari masyarakat.
Sebagai informasi, Kemendagri tengah meningkatkan pengawasannya terhadap implementasi pajak daerah akibat resistensi masyarakat yang timbul akibat kebijakan kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) di berbagai daerah.
Kini, seluruh pemkab/pemkot diwajibkan untuk melaporkan kenaikan nilai jual objek pajak (NJOP) kepada Kemendagri. Kenaikan NJOP dimaksud nantinya akan dievaluasi oleh Kemendagri bersama Kementerian Keuangan. (dik)