JAKARTA, DDTCNews - Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) kembali mempertahankan peringkat (rating) kredit jangka panjang Indonesia tetap pada posisi 'BBB' dengan outlook stabil.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro mengatakan outlook stabil ini menggambarkan keyakinan S&P akan keberlanjutan disiplin fiskal. S&P memproyeksi defisit fiskal Indonesia akan tetap berada di bawah 3% dari PDB selama 3 tahun ke depan.
"Meskipun terdapat tantangan global yang belum mereda, kebijakan fiskal Indonesia dinilai tetap terukur dan konsisten," katanya, dikutip pada Kamis (31/7/2025).
S&P menilai rating BBB mencerminkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid, kebijakan ekonomi yang cermat, dan kemampuan untuk mengelola beban utang publik secara prudent.
Lebih lanjut, S&P memproyeksikan pertumbuhan PDB Indonesia akan tetap tinggi, sekitar 5% per tahun dalam beberapa tahun ke depan. Permintaan domestik diyakini akan terus menjadi pendorong utama momentum pertumbuhan.
Seiring dengan itu, pendapatan per kapita Indonesia juga diperkirakan meningkat, mencapai US$5.000 pada tahun ini. Inovasi pembiayaan pembangunan seperti pembentukan BPI Danantara, yang juga dicatat oleh S&P, diharapkan dapat mengakselerasi pembiayaan proyek strategis nasional sehingga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, program pemerintah seperti penyediaan makan bergizi gratis dan pembangunan tiga juta rumah diyakini akan memperkuat daya beli masyarakat, meningkatkan kualitas hidup, dan menjaga momentum pertumbuhan domestik.
Di sisi lain, Stabilisasi atas faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi PDB Indonesia juga dinilai akan tetap terjaga, didukung oleh kebijakan hilirisasi industri berbasis komoditas yang secara konsisten didorong oleh pemerintah. Investasi pada sektor hilir seperti pembangunan smelter nikel baru dan pabrik baterai kendaraan listrik diyakini akan mendukung kinerja eksternal di tengah ketidakpastian global yang meningkat.
S&P pun mencatat adanya potensi peningkatan peringkat kredit Indonesia di masa mendatang apabila pemerintah melakukan upaya penguatan stabilitas faktor eksternal tersebut.
Deni menyebut ke depan, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) akan terus waspada terhadap dinamika dan risiko eksternal, seperti yang telah dilalui pada tahun-tahun sebelumnya.
"Prioritas akan tetap difokuskan pada pengendalian inflasi, menjaga daya beli masyarakat, serta mempertahankan momentum pemulihan ekonomi nasional yang solid," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memandang afirmasi S&P atas peringkat kredit Indonesia pada level BBB dengan outlook stabil merefleksikan kepercayaan yang kuat dari pemangku kepentingan internasional terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia dan prospek pertumbuhan ekonomi yang tetap kuat.
"Keyakinan ini didukung oleh kerangka kebijakan yang berhati-hati, dan sinergi bauran kebijakan yang efektif antara pemerintah dan Bank Indonesia di tengah ketidakpastian global yang terus berlangsung," katanya.
Ke depan, peningkatan peringkat kredit Indonesia akan ditentukan oleh peningkatan kapasitas pembayaran utang luar negeri, antara lain didukung oleh peningkatan pendapatan luar negeri atau terjadi penurunan ketergantungan terhadap pembiayaan eksternal.
Di sisi lain, peringkat Indonesia juga dapat diturunkan apabila peningkatan rasio utang pemerintah terhadap PDB di atas 3% secara persisten, rasio pembayaran bunga utang pemerintah terhadap penerimaan negara melebihi 15%, atau terdapat pelemahan penerimaan ekspor secara struktural dan berkepanjangan.
Perry menyebut BI terus berkomitmen untuk memperkuat efektivitas kebijakan moneter guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan memastikan inflasi terkendali pada kisaran targetnya, dengan tetap mendukung upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. BI juga akan terus mempererat sinergi kebijakan dengan pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi selaras dengan program Asta Cita.
Selain S&P, sejumlah lembaga pemeringkat kredit lainnya juga menilai kelayakan investasi di Indonesia. Beberapa di antaranya yakni Fitch, Moody’s, JCR Agency, dan R&I. (dik)