UJI MATERIIL

Pemerintah Minta MK Tak Kabulkan Gugatan atas UU PPN

Muhamad Wildan
Senin, 30 Juni 2025 | 13.00 WIB
Pemerintah Minta MK Tak Kabulkan Gugatan atas UU PPN

Gedung Mahkamah Konstitusi (foto: Antara)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak mengabulkan permohonan pengujian materiil atas UU PPN dalam Perkara Nomor 11/PUU-XXIII/2025.

Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan dikabulkannya permohonan pengujian materiil atas Pasal 7 ayat (1) UU PPN berpotensi menimbulkan kekosongan hukum.

"Apabila permohonan uji materi Pasal 7 ayat (1) UU PPN a quo dikabulkan, maka tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN tersebut menjadi tidak berlaku, sehingga akan terjadi kekosongan hukum, yaitu tidak adanya dasar hukum mengenai besaran tarif PPN," kata Bimo dalam persidangan dengan acara mendengar keterangan DPR dan presiden, dikutip pada Senin (30/6/2025).

Bila permohonan pengujian materiil atas Pasal 7 ayat (1) UU PPN dikabulkan, negara tidak bisa memungut PPN atas penyerahan seluruh barang kena pajak dan jasa kena pajak (BKP/JKP). Hal ini akan mengakibatkan hilangnya seluruh potensi penerimaan PPN di Indonesia.

Lebih lanjut, pemerintah juga meminta MK untuk tidak mengabulkan permohonan pengujian materiil atas Pasal 7 ayat (3) dan (4) UU PPN.

Apabila permohonan atas kedua ayat di atas dikabulkan, penyesuaian tarif PPN menjadi sebesar minimal 5% hingga 15% tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui peraturan pemerintah (PP), melainkan harus melalui revisi undang-undang.

Pemerintah juga meminta MK untuk tidak mengabulkan permohonan pengujian materiil atas Pasal 4A ayat (2) huruf b serta Pasal 4A ayat (3) huruf a, g, dan j UU PPN.

Jika permohonan atas ayat-ayat dalam Pasal 4A dikabulkan, pemerintah berpandangan akan terjadi ketidakpastian hukum akibat dualisme pengaturan atas barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pendidikan, dan jasa angkutan umum.

Barang kebutuhan pokok, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pendidikan, dan jasa angkutan umum sudah mendapatkan fasilitas pembebasan PPN berdasarkan Pasal 16B UU PPN. Oleh karena itu, BKP/JKP tersebut tak perlu kembali dimasukkan dalam Pasal 4A UU PPN.

"Dualisme pengaturan tersebut, selain menimbulkan ketidakpastian hukum, juga akan menimbulkan kekacauan administrasi
bagi wajib pajak PKP yang melakukan penyerahan atas BKP/JKP tertentu tersebut di atas terkait dengan pelaporan dan pembuatan faktur pajaknya," kata Bimo.

Sebagai informasi, pemohon berlatar belakang mulai dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pekerja swasta, pelaku usaha mikro, hingga pengemudi ojek online mengajukan permohonan pengujian materiil atas Pasal 4A ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf a, g, j serta Pasal 7 ayat (1), (3), dan (4) UU PPN.

Pemohon dalam petitumnya meminta MK untuk menyatakan Pasal 4A ayat (2) huruf b serta Pasal 4A ayat (3) huruf a, g, dan j bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa barang kebutuhan pokok, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pendidikan, dan jasa angkutan umum tidak termasuk jenis barang dan jasa yang dikenai PPN.

Lebih lanjut, pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 7 ayat (1) UU PPN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Pemohon juga meminta untuk menyatakan Pasal 7 ayat (3) UU PPN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengingat bila penyesuaian tarif PPN dalam rentang 5% hingga 15% tidak dilakukan tanpa pertimbangan indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Terakhir, pemohon meminta MK untuk menyatakan Pasal 7 ayat (4) UU PPN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa 'perubahan tarif PPN diatur dengan PP' tidak dimaknai bahwa perubahan diatur dengan UU. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Choirul
baru saja
Dirjen pajak harus belajar dari Cina dalam mengelola dan mengumpulkan pajak...jgn cuma mikirin pajak...korupsi di pajak dan kemenkeu tolong di berantas....jgn cuma rakyat yg diperas