Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan menerbitkan peraturan baru soal pembelian barang jaminan/harta kekayaan lain oleh penyerah piutang instansi pemerintah melalui lelang dalam rangka pengurusan piutang. Peraturan yang dimaksud yaitu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 33/2025.
Beleid tersebut dirilis sebagai landasan hukum bagi instansi pemerintah yang menyerahkan piutangnya (penyerah piutang) untuk membeli kembali barang jaminan atau harta kekayaan debitur melalui mekanisme lelang. Hal ini dilakukan untuk mempercepat penyelesaian urusan piutang negara
“Ruang lingkup dalam peraturan menteri ini mengatur pembelian barang jaminan/harta kekayaan lain oleh penyerah piutang instansi pemerintah melalui lelang eksekusi PUPN dalam rangka pengurusan piutang negara,” bunyi Pasal 2 PMK 33/2025, dikutip pada Jumat (27/6/2025).
Merujuk PMK 33/2025, instansi pemerintah bisa membeli kembali barang jaminan yang dilelang sepanjang memenuhi sejumlah persyaratan. Pertama, objek lelang yang dapat dibeli terbatas pada barang jaminan/harta kekayaan lain berupa tanah dan/atau bangunan.
Kedua, pembelian hanya bisa dilakukan dalam hal barang jaminan/harta kekayaan lain (tanah dan/atau bangunan) tersebut telah dilakukan lelang minimal 2 kali, tetapi tidak laku terjual. Ketiga, penyerah piutang instansi pemerintah hanya dapat melakukan penawaran lelang sebesar nilai limit yang ditetapkan oleh PUPN selaku penjual.
Keempat, apabila ada peserta lelang lain (masyarakat umum atau badan usaha) yang mengajukan penawaran minimal senilai harga limit atau lebih tinggi maka peserta lain tersebut yang akan ditetapkan sebagai pemenang.
Kelima, penyerah piutang instansi pemerintah hanya akan ditetapkan sebagai pemenang lelang apabila tidak ada penawaran lain yang mencapai nilai limit. Keenam, pelunasan dilakukan dengan cara kompensasi.
Artinya, instansi pemerintah selaku pemenang lelang melakukan pelunasan dengan cara mengurangi jumlah utang penanggung utang sebesar nilai pokok lelang. Sebelumnya, nilai pokok lelang tersebut dikurangi kewajiban yang menjadi tanggung jawab penanggung utang dalam pelaksanaan lelang.
Kewajiban itu meliputi biaya administrasi pengurusan piutang negara; bea lelang penjual; pajak penghasilan; dan biaya lain, sesuai dengan ketentuan. Skema pelunasan ini membuat pembelian barang jaminan tersebut tidak membebani negara karena tidak ada arus kas yang keluar.
Adapun barang jaminan/harta kekayaan lain berupa tanah dan/atau bangunan yang telah dibeli oleh penyerah piutang instansi pemerintah dipergunakan untuk penyelengaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
PMK 33/2025 juga mengatur ketentuan pajak terkait dengan pembelian lelang oleh penyerah piutang instansi pemerintah. Merujuk Pasal 10 ayat (9) PMK 33/2025, apabila ada pajak pertambahan nilai (PPN) yang terutang atas lelang maka harus dipungut sesuai dengan ketentuan.
Selain itu, Pasal 13 ayat (1) PMK 33/2025 menyatakan pajak, bea lelang, dan bea perolehan hak atas tanah dan atau bangunan (BPHTB) juga harus dipungut sesuai dengan ketentuan. Adapun pajak, bea lelang, dan BPHTB tersebut dipungut setelah pejabat lelang membuat risalah lelang.
Terkait dengan pemungutan pajak tersebut, kepala kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang menerbitkan surat keterangan yang menjelaskan pemungutan pajak, bea lelang, dan BPHTB. Surat keterangan itu diperlukan untuk kepentingan pengurusan balik nama objek lelang menjadi milik negara/daerah.
Merujuk laman Ditjen Kekayaan Negara (DJKN), PMK 33/2025 memberikan solusi atas aset jaminan yang kerap kali tidak laku terjual dalam lelang eksekusi. Aturan ini juga memastikan aset jaminan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan negara tanpa membebani keuangan negara secara tunai.
Hal ini lantaran banyak barang jaminan, terutama tanah dan bangunan, yang lelangnya tidak diminati pembeli. Akibatnya, piutang negara menjadi macet dan aset tersebut menjadi tidak produktif. Melalui PMK 33/2025, pemerintah berupaya mempercepat penyelesaian piutang negara dengan menjadi pembeli terakhir aset jaminan. (dik)