Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews –Ditjen Pajak (DJP) mempertegas ketentuan pengajuan angsuran pembayaran pajak penghasilan (PPh) final atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap melalui Perdirjen Pajak No.PER-8/PJ/2025.
Merujuk Pasal 63 ayat (1) PER-8/PJ/2025, perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus PPh yang bersifat final dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran maksimal selama 12 bulan. Adapun kondisi keuangan yang dimaksud, yaitu tengah mengalami kerugian komersial atau kesulitan likuiditas.
“Kondisi keuangan...yaitu perusahaan mengalami: a. kerugian komersial; dan b. kesulitan likuiditas, selama 2 (dua) tahun berturut-turut sebelum permohonan...disampaikan” bunyi penggalan Pasal 63 ayat (2) PER-8/PJ/2025, dikutip pada Kamis (5/6/2025).
Kerugian komersial yang dimaksud mengacu pada kondisi ketidakmampuan perusahaan untuk menghasilkan laba operasi bersih karena jumlah beban operasi melebihi jumlah laba kotor.
Sementara itu, kesulitan likuiditas merupakan kondisi ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar.
Sesuai dengan ketentuan, perusahaan dapat mengajukan permohonan angsuran pembayaran PPh Final atas selisih lebih revaluasi sepanjang telah mengalami kerugian komersial atau kesulitan likuiditas setidaknya selama 2 tahun berturut-turut.
Untuk membuktikan kondisi keuangannya, perusahaan harus melampirkan salinan digital (softcopy) laporan keuangan 2 tahun buku terakhir sebelum revaluasi aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.
Pengajuan permohonan persetujuan pembayaran PPh final atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap secara angsuran itu diajukan secara elektronik via coretax administration system. Permohonan tersebut diajukan bersamaan dengan pengajuan permohonan persetujuan revaluasi aktiva tetap perusahaan.
Atas permohonan pembayaran secara angsuran, dirjen pajak akan melakukan penelitian. Berdasarkan penelitian tersebut, dirjen pajak akan memutuskan apakah menyetujui seluruh/sebagian atau menolak permohonan angsuran dengan menerbitkan surat keputusan.
Surat keputusan persetujuan atau penolakan angsuran itu diberikan bersamaan dengan penerbitan surat keputusan persetujuan atau penolakan revaluasi aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.
Sebagai informasi, revaluasi (penilaian kembali) aktiva tetap adalah kegiatan perhitungan kembali nilai sebuah aktiva tetap sesuai harga pasar atau harga wajar yang berlaku pada saat penilaian dilakukan.Simak Apa Itu Revaluasi Aktiva Tetap?
Revaluasi biasanya dilakukan apabila nilai aktiva tetap dalam laporan keuangan perusahaan tidak lagi mencerminkan nilai wajar. Hal itu dapat disebabkan oleh kenaikan nilai aktiva tetap di pasaran atau karena rendahnya nilai aktiva tetap yang disebabkan oleh devaluasi atau sebab lainnya.
Revaluasi aktiva tetap ini sangat penting dilakukan oleh perusahaan atau wajib pajak badan karena akan berpengaruh pada nilai aset mereka, pelaporan akuntansi, serta laporan yang berhubungan dengan pajak.
Atas selisih lebih antara nilai revaluasi dengan nilai buku fiskal dianggap sebagai keuntungan dan menjadi objek pengenaan PPh final dengan tarif 10%. Kendati demikian, perusahaan yang karena kondisi keuangannya tidak memungkinkan untuk melunasi sekaligus PPh final yang terutang dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran.
Opsi pembayaran secara angsuran sebelumnya telah diatur dalam PMK 79/2008 dan PER-12/PJ./2009. Namun, kedua beleid tersebut belum memerinci kriteria kondisi keuangan yang diperkenankan untuk mengajukan permohonan angsuran. (dik)