JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memberi respons terkait dengan desakan untuk menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Topik ini mendapat sorotan cukup banyak dari netizen sepanjang pekan ini.
Desakan agar pemerintah menaikkan batas PTKP, dari yang saat ini Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan, datang dari pelaku usaha dan kelompok pekerja.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah tidak berencana mengubah kebijakan mengenai PTKP. Ambang batas yang ada saat ini, yakni Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan, masih berlaku untuk wajib pajak orang pribadi yang berstatus lajang.
"[PTKP] jangan dinaik-naikan dulu," katanya kepada awak media di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (16/5/2025).
Kendati demikian, Airlangga tidak membeberkan alasannya untuk tidak menaikkan PTKP tersebut. Dia hanya menyampaikan pemerintah telah memberikan berbagai insentif sebagai stimulus bagi masyarakat luas.
Dia juga menambahkan pemerintah saat ini juga masih melakukan asesmen lebih lanjut mengenai insentif yang sudah digelontorkan.
Sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dalam aksi May Day 2025 sempat menuntut pemerintah untuk menaikkan batas PTKP hingga Rp10 juta.
Selain informasi mengenai kenaikan PTKP, ada beberapa informasi lain yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, peringatan bagi wajib pajak yang tidak menanggapi surat teguran dari Ditjen Pajak (DJP), pengajuan pengurangan angsuran PPh 25 yang kini bisa lewat coretax system, hingga progres perbaikan latensi coretax system oleh DJP.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam memandang kenaikan PTKP dapat menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan konsumsi domestik, khususnya masyarakat kelas menengah.
Dia meyakini kenaikan PTKP akan meringankan beban pajak masyarakat, terutama orang-orang kelas menengah. Namun demikian, dia tidak menyebutkan besaran kenaikan PTKP yang diharapkan.
"Apa pun bentuk insentifnya kan pasti berharga, tapi sebenarnya alangkah bagusnya kalau kita bisa meningkatkan PTKP mereka [masyarakat kelas menengah]," ujar Bob.
DJP akan mengirimkan surat tagihan pajak kepada wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, yang tidak merespons surat teguran.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan pengiriman surat teguran dan surat tagihan pajak tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan penelitian SPT Tahunan yang dilakukan kantor pelayanan pajak (KPP).
"Bila wajib pajak tidak merespons surat teguran tersebut maka DJP akan menerbitkan surat tagihan pajak," katanya.
Wajib pajak kini bisa mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 secara daring melalui coretax administration system atau Coretax DJP.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan portal Coretax DJP dapat digunakan untuk melayani kebutuhan wajib pajak yang hendak mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25.
"Pengajuan permohonan tersebut dapat dilakukan melalui coretax DJP," katanya.
DJP memberikan laporan terkait dengan progres perbaikan coretax administration system hingga 6 Mei 2025. Salah satunya ialah perbaikan waktu tunggu atau latensi akses ke Coretax DJP.
Melalui media sosial, otoritas pajak mengeklaim waktu tunggu atau latensi login dan akses ke Coretax DJP kini sudah lebih cepat. Begitu juga dengan penerbitan faktur pajak dan pembuatan bukti potong, waktu tunggunya sudah lebih cepat.
“DJP terus berbenah demi sistem administrasi perpajakan yang andal dan modern,” sebut DJP.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memperbarui panduan atas penerapan pajak minimum global (Global Anti-Base Erosion (GloBE) model rules). Panduan tersebut tercantum dalam consolidated commentary atas GloBE rules.
Dokumen consolidated commentary yang dirilis OECD pada 9 Mei 2025 tersebut turut mencakup seluruh administrative guidance yang dirilis dan disetujui oleh Inclusive Framework pada Maret 2022 hingga 31 Maret 2025.
"Seiring dengan penerapan GloBE rules oleh negara-negara anggota Inclusive Framework pada 2024, naskah commentary diperbarui guna memasukkan administrative guidance yang disetujui Inclusive Framework sebelum akhir Maret 2025," sebut OECD. (sap)