Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Sebagai bagian dari komitmen global dalam meningkatkan transparansi perpajakan, Indonesia telah mengadopsi berbagai instrumen hukum yang memungkinkan pelaksanaan pertukaran informasi di bidang pajak.
Implementasi pertukaran informasi ini dilakukan melalui perjanjian internasional, regulasi domestik, serta berbagai kebijakan teknis untuk memastikan kepatuhan terhadap standar internasional. Berikut aspek-aspek utama dalam pelaksanaan pertukaran informasi perpajakan di Indonesia.
Pertama, Pemberlakuan Perjanjian Internasional terkait dengan Pertukaran Informasi di Bidang Pajak ke dalam Ketentuan Domestik Indonesia. Indonesia telah menandatangani berbagai perjanjian internasional untuk mendukung pertukaran informasi di bidang pajak.
Beberapa instrumen utama yang digunakan antara lain Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters (CMAAT), dan Tax Information Exchange Agreement (TIEA).
Ketentuan domestik yang menjadi payung hukum untuk pemberlakuan perjanjian tersebut ialah Pasal 32A UU PPh, yang memberikan kewenangan kepada pemerintah membuat perjanjian internasional dalam berbagai aspek perpajakan, termasuk pertukaran informasi perpajakan.
Selain itu, Pasal 9 ayat (1) UU No. 24/2000 tentang Perjanjian Internasional mengatur bahwa pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian tersebut.
Dengan demikian, perjanjian perpajakan yang telah ditandatangani dapat diintegrasikan ke dalam regulasi domestik memungkinkan adanya akses dan pertukaran informasi perpajakan yang lebih luas.
Kedua, Dasar Hukum Akses Informasi di Indonesia. Akses otoritas pajak terhadap informasi keuangan wajib pajak di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
Dalam konteks ini, salah satu regulasi yang menjadi rujukan adalah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pasal 35 ayat (1) UU KUP memberikan kewenangan kepada DJP meminta informasi dari lembaga keuangan dan pihak lain yang relevan.
Selain itu, akses informasi juga diperkuat melalui UU Akses Informasi Keuangan yang mengatur mekanisme pelaporan informasi keuangan oleh lembaga keuangan kepada otoritas pajak.
Regulasi tersebut memungkinkan DJP untuk memperoleh data terkait dengan rekening keuangan wajib pajak, baik untuk kepentingan domestik maupun untuk keperluan pertukaran informasi dengan yurisdiksi mitra.
Ketiga, Pertukaran Informasi dalam berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 39/2017. Beleid ini merupakan salah satu regulasi kunci dalam penerapan pertukaran informasi di Indonesia. Adapun PMK itu telah direvisi dengan PMK 47/2024.
Rangkaian PMK tersebut mengatur mekanisme pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI), yang mencakup berbagai aspek perpajakan, seperti informasi terkait dengan pemotongan pajak, laporan per negara (Country-by-Country Report/CbCR), serta informasi keuangan nasabah asing.
PMK 39/2017 menetapkan pertukaran informasi tetap akan dilakukan meskipun wajib pajak sedang dalam proses pemeriksaan, penagihan, atau upaya hukum lainnya.
Selain itu, regulasi tersebut memperkenalkan konsep competent authority meetings dan simultaneous tax examinations yang memungkinkan kerja sama antara otoritas pajak Indonesia dengan negara mitra dalam proses pengumpulan dan pertukaran informasi.
Keempat, Akses Informasi Keuangan dalam PMK 70/2017 s.t.d.t.d. PMK 47/2024. PMK 70/2017 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK 47/2024. Regulasi ini secara khusus mengatur akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan.
Peraturan tersebut memberikan kewenangan kepada dirjen pajak untuk memperoleh akses informasi keuangan dari lembaga jasa keuangan (LJK), LJK lainnya, serta entitas lain yang memiliki kewajiban pelaporan.
Informasi yang dapat diakses mencakup laporan keuangan nasabah, yang harus disusun berdasarkan standar Common Reporting Standard (CRS). Laporan ini mencakup data saldo rekening, pendapatan dari investasi, serta informasi transaksi lainnya yang relevan dengan kepentingan perpajakan.
PMK 70/2017 juga mengatur prosedur pelaporan dan mekanisme pengamanan data, serta memastikan bahwa informasi yang diperoleh digunakan secara sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hingga 2024, kebijakan dalam pertukaran informasi dan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan pada akhirnya diatur lebih lanjut dalam satu beleid, yaitu PMK 47/2024.
Kelima, Pertukaran Informasi dalam POJK 25/2019. Untuk memastikan pelaksanaan AEOI berjalan dengan baik di sektor jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No. 25/POJK.03/2019.
Regulasi tersebut mengatur kewajiban lembaga keuangan dalam melaksanakan pertukaran informasi keuangan secara otomatis sesuai dengan standar internasional.
POJK 25/2019 mewajibkan bank, perusahaan asuransi, serta lembaga keuangan lainnya untuk melakukan uji tuntas (due diligence) terhadap nasabah guna mengidentifikasi pemegang rekening yang wajib dilaporkan dalam skema AEOI.
Selain itu, regulasi tersebut juga mengatur sanksi administratif bagi lembaga keuangan yang tidak patuh dalam melaksanakan pelaporan informasi keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pelaksanaan pertukaran informasi di bidang pajak di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan adanya perjanjian internasional, regulasi domestik yang kuat, serta kerja sama dengan yurisdiksi mitra, Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan transparansi perpajakan.
Implementasi beberapa peraturan menteri keuangan, serta penguatan regulasi melalui POJK 25/2019, menjadi langkah konkret dalam memastikan bahwa pertukaran informasi dapat berjalan secara efektif dan sesuai dengan standar internasional.
Apabila Anda ingin memahami lebih dalam mengenai pertukaran informasi di bidang perpajakan, termasuk bagaimana perlindungan data wajib pajak diterapkan, Anda dapat membaca Buku P3B Edisi Kedua yang diterbitkan oleh DDTC.
Buku tersebut memberikan panduan komprehensif, interpretasi, serta aplikasi dari berbagai perjanjian perpajakan internasional yang relevan bagi praktik perpajakan di Indonesia.
Dapatkan wawasan lebih lanjut dengan membaca buku ini dan tetap update dengan perkembangan kebijakan pajak internasional. Untuk mendapatkan buku, silakan akses di sini. (rig)