Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) dapat melakukan pemeriksaan ulang apabila terdapat data baru termasuk data yang semula belum terutang.
Pemeriksaan ulang juga dapat dilakukan jika terdapat keterangan tertulis dari wajib pajak atas kehendak sendiri sebelum DJP memulai pemeriksaan untuk penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT) sesuai dengan Pasal 15 ayat (3) UU KUP.
"Pemeriksaan ulang adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak yang telah diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP) atau surat ketetapan pajak pajak bumi dan bangunan (SKPPBB) dari hasil pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang sama," bunyi Pasal 1 angka 41 PMK 15/2025, dikutip pada Minggu (9/3/2025).
Apabila hasil pemeriksaan ulang mengakibatkan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKP sebelumnya maka DJP menerbitkan SKPKBT.
Dalam hal pemeriksaan ulang dilakukan atas objek PBB yang sebelumnya telah diterbitkan SKP nihil atau SKPPBB dan hasil pemeriksaan ulang menimbulkan tambahan PBB yang terutang maka DJP akan menerbitkan SKPPBB.
Apabila hasil pemeriksaan ulang tidak mengakibatkan tambahan ketetapan pajak dalam SKP atau SKPPBB sebelumnya maka pemeriksaan ulang dihentikan dengan membuat laporan hasil pemeriksaan (LHP) sumir. DJP harus menyampaikan pemberitahuan terkait penghentian pemeriksaan ulang kepada wajib pajak.
"LHP sumir adalah laporan yang berisi penghentian pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan SKP atau SKPPBB," bunyi Pasal 1 angka 39 PMK 15/2025.
Dalam hal pemeriksaan ulang tidak menimbulkan tambahan ketetapan pajak tetapi mengubah jumlah rugi fiskal, DJP bakal menerbitkan keputusan mengenai rugi fiskal. Keputusan ini akan menjadi dasar untuk menghitung rugi fiskal tahun pajak berikutnya.
PMK 15/2025 berlaku mulai 14 Februari 2025. Dengan berlakunya PMK 15/2025, beberapa peraturan sebelumnya, yaitu PMK 17/2013 s.t.d.d PMK 184/2015, PMK 256/2014, dan Pasal 105 PMK 18/2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (rig)