Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Penerapan pajak minimum global atau Global Anti-Base Erosion (GloBE) melalui PMK 136/2024 berpotensi menimbulkan tambahan beban berupa pajak tambahan (top-up tax) atas operasi grup perusahaan multinasional di Indonesia.
Untuk menentukan jumlah pajak tambahan yang harus dibayar, entitas konstituen dari grup perusahaan multinasional perlu terlebih dahulu menghitung tarif pajak efektif pada yurisdiksi dimaksud.
"Tarif pajak efektif adalah jumlah pajak tercakup yang disesuaikan (adjusted covered taxes) dari tiap entitas konstituen yang berdomisili di negara atau yurisdiksi dibagi dengan jumlah laba GloBE bersih negara atau yurisdiksi tersebut untuk suatu tahun pajak," bunyi Pasal 1 angka 32 PMK 136/2024, dikutip pada Jumat (24/1/2025).
Sederhananya, tarif pajak efektif pada suatu negara dihitung dengan cara membagi pajak yang sudah dibayar dengan total laba GloBE bersih dari seluruh entitas konstituen pada negara dimaksud.
Contoh, ABC Co adalah entitas induk utama grup perusahaan multinasional yang berlokasi di negara A. ABC Co memiliki 3 entitas konstituen di negara B yakni PT A, PT B, dan PT C.
PT A memiliki laba GloBE senilai €1.000 dan pajak tercakup yang disesuaikan senilai €220, sedangkan PT B memiliki laba GloBE senilai €500 dan pajak tercakup yang disesuaikan senilai 0. Adapun PT C memiliki laba GloBE €1.000 dan pajak tercakup yang disesuaikan senilai €120.
Tarif pajak efektif di negara B dihitung dengan membagi pajak tercakup PT A, PT B, dan PT C dengan laba GloBE PT A, PT B, dan PT C.
Mengingat tarif pajak efektif ABC Co di negara B hanya sebesar 13,6% dan tarif efektif minimum pada ketentuan pajak minimum global adalah 15% maka persentase pajak tambahan di negara B sebesar 1,4%.
"Persentase pajak tambahan ... dihitung dengan cara mengurangkan tarif minimum dengan tarif pajak efektif," bunyi Pasal 6 ayat (3) PMK 136/2024.
Dengan diketahuinya persentase pajak tambahan, Pasal 6 ayat (1) mengatur nilai pajak tambahan pada suatu negara dihitung dengan cara mengalikan persentase pajak tambahan dengan laba ekses (excess profit).
Kemudian, hasil pengalian tersebut perlu ditambahkan dengan pajak tambahan adisional kini (additional current top-up tax) serta dikurangkan dengan qualified domestic top-up tax (QDMTT).
Sebagai catatan, laba ekses (excess profit) adalah pengurangan laba GloBE bersih dengan substance based income exclusion (SBIE).
Sementara itu, pajak tambahan adisional kini adalah pajak tambahan yang ditambahkan pada tahun berjalan terkait dengan penghitungan ulang yang menyebabkan kurang bayar atas pajak tambahan pada tahun sebelumnya.
Kemudian, QDMTT adalah pajak tambahan domestik yang memenuhi kualifikasi dari Inclusive Framework dan dikenakan atas SPDN entitas konstituen yang memiliki tarif efektif kurang dari tarif minimum 15%.
Lebih lanjut, pajak tambahan berdasarkan formula Pasal 6 ayat (1) digunakan untuk menghitung pajak tambahan yang dikenakan berdasarkan income inclusion rule (IIR) dan undertaxed payment rule (UTPR).
Contoh, grup A adalah grup perusahaan multinasional yang memiliki entitas induk utama bernama PT ABC di Indonesia. Grup dimaksud memiliki entitas konstituen bernama A Co di negara A, B Co di negara B, dan C Co di negara C.
Baik negara A, negara B, maupun negara C sama-sama tidak menerapkan QDMTT. Adapun SBIE A Co, B Co, dan C Co adalah senilai 0.
Penghasilan A Co adalah senilai €3.000 dengan pajak tercakup senilai €360, sedangkan penghasilan B Co adalah €2.000 dengan pajak tercakup senilai €100. Adapun penghasilan C Co adalah €5.000 dengan pajak tercakup senilai €500.
Bila Indonesia memberlakukan IIR, pajak tambahan yang dikenakan atas PT ABC dihitung dengan cara sebagai berikut:
Sebagai informasi, PMK 136/2024 menjadi landasan bagi Indonesia untuk memberlakukan ketentuan pajak minimum global atas entitas konstituen dari grup perusahaan multinasional yang tercakup.
Suatu grup perusahaan multinasional tercakup dalam ketentuan pajak minimum global bila grup memiliki omzet tahunan minimal €750 juta setidaknya dalam 2 dari 4 tahun pajak sebelum tahun pajak pengenaan pajak minimum global.
Dengan PMK 136/2024, IIR dan QDMTT resmi diberlakukan di Indonesia mulai 2025, sedangkan UTPR baru akan diimplementasikan pada tahun depan. (rig)