KILAS BALIK 2024

Juli 2024: NIK sebagai NPWP Mulai Berlaku, e-Faktur 4.0 Diluncurkan

Nora Galuh Candra Asmarani
Minggu, 29 Desember 2024 | 07.30 WIB
Juli 2024: NIK sebagai NPWP Mulai Berlaku, e-Faktur 4.0 Diluncurkan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Salah satu peristiwa yang menarik sepanjang Juli 2024 ialah mulai berlakunya Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) per 1 Juli 2024.

Namun, pemberlakuan NIK sebagai NPWP tersebut belum mencakup seluruh layanan administrasi pajak. Adapun implementasi NIK sebagai NPWP ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak PER-06/PJ/2024.

Beleid itu mengatur 7 layanan administrasi yang dapat diakses menggunakan NIK, NPWP 16 digit, dan nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU). Kala itu, DJP akan secara bertahap memperluas pemanfaatan nomor identitas pada aplikasi lainnya.

Ketujuh layanan yang sudah bisa diakses dengan NIK meliputi pendaftaran wajib pajak, akun profil wajib pajak pada DJP Online, informasi konfirmasi status wajib pajak (info KSWP), dan penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 (e-bupot 21/26)

Lalu, penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi (e-bupot unifikasi), penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 instansi pemerintah dan SPT Masa PPh Unifikasi instansi pemerintah (e-bupot instansi pemerintah), serta pengajuan keberatan (e-objection).

Selain penggunaan NIK sebagai NPWP, terdapat pula peristiwa perpajakan lain yang terjadi pada Juli 2024, seperti dirilisnya e-faktur desktop 4.0, Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang pengujian materiil atas tarif 75% atas pajak hiburan.

Berikut peristiwa perpajakan lainnya yang terjadi sepanjang Juli 2024.

DJP Rilis e-Faktur Desktop 4.0

DJP meluncurkan e-Faktur desktop versi 4.0 pada 20 Juli 2024. Terkait dengan perilisan e-faktur tersebut, DJP sempat melakukan waktu henti (downtime) layanan e-faktur desktop, e-faktur web base, dan e-nofa pada 20 Juli 2024 pukul 9.00 hingga 19.00 WIB.

Aplikasi e-faktur versi terbaru bisa digunakan selepas masa downtime tersebut. Untuk mencegah corrupt atas database e-faktur, DJP juga meminta pengusaha kena pajak (PKP) melakukan backup database. Database dimaksud adalah folder db yang saat ini sedang digunakan.

Sebagai informasi, e-faktur merupakan aplikasi yang digunakan PKP untuk membuat faktur pajak elektronik. Faktur pajak harus dibuat oleh PKP ketika melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak.

MK Lanjutkan Uji Materi Atas Pajak Hiburan

MK melanjutkan sidang pengujian materiil atas ketentuan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) jasa hiburan pada 11 Juli 2024. Dalam persidangan tersebut, MK akan mendengarkan keterangan dari para pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.

Pengujian atas ketentuan PBJT jasa hiburan dalam UU 1/2022 diajukan oleh 3 pihak. Ketiganya yaitu Perhimpunan Pengusaha Husada Tirta Indonesia, PT Imperium Happy Puppy, dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).

Secara umum, ketiga pemohon mempertanyakan tarif PBJT khusus sebesar 40% hingga 75% yang diberlakukan terhadap jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dalam Pasal 58 ayat (2) UU HKPD.

DJP Sesuaikan Aturan, Penuhi Kesepakatan Global Forum

DJP merevisi ketentuan mengenai tata cara pendaftaran bagi lembaga keuangan dan penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis. Revisi tersebut dilakukan melalui Perdirjen Pajak No.PER-7/PJ/2024.

Revisi dilakukan untuk mengakomodasi mekanisme pembetulan laporan keuangan berdasarkan kesepakatan Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum). Adapun beleid tersebut merevisi PER-04/PJ/2018.

PER-7/PJ/2024 merevisi kondisi yang membuat data lembaga keuangan pelapor atau nonpelapor bisa diubah. Kini, terdapat 6 kondisi yang membuat data lembaga keuangan pelapor atau nonpelapor dapat dilakukan perubahan.

Judicial Review Pasal 78 UU Pengadilan Pajak Ditolak

MK menolak permohonan pengujian materiil atas Pasal 78 UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak. MK melalui putusannya menyatakan pokok permohonan yang diajukan oleh para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.

Para pemohon yang mengajukan judicial review tersebut terdiri atas 3 wajib pajak badan. Pemohon berpandangan frasa 'peraturan perundang-undangan' yang tertuang dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD 1945.

Menurut pemohon, dalam UUD 1945 telah diatur bahwa pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Untuk itu, hanya undang-undang yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk memungut pajak. Alhasil, putusan Pengadilan Pajak juga harus berdasarkan pada undang-undang, bukan peraturan perundang-undangan.

Akibat adanya frasa 'peraturan perundang-undangan' dalam Pasal 78 UU Pengadilan Pajak, para pemohon menilai Pengadilan Pajak sering menggunakan peraturan menteri keuangan atau bahkan keputusan dirjen pajak sebagai landasan hukum. Hal ini dipandang mendistorsi prinsip legalitas dalam perpajakan.

Tiga CHA Pajak Lolos Seleksi

Komisi Yudisial (KY) mengumumkan nama-nama 9 calon hakim agung (CHA) yang dinyatakan lolos seleksi, termasuk di antaranya 3 CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak.

CHA TUN khusus pajak yang lolos seleksi antara lain Auditor Utama Inspektorat II Kemenkeu Diana Malemita Ginting, Hakim Pengadilan Pajak L.Y. Hari Sih Advianto, dah Hakim Pengadilan Pajak Tri Hidayat Wahyudi. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.