HARI PAJAK 2025

Tahukah Kamu, Kenapa 14 Juli Diperingati sebagai Hari Pajak?

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 14 Juli 2025 | 16.11 WIB
Tahukah Kamu, Kenapa 14 Juli Diperingati sebagai Hari Pajak?

Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak

JAKARTA, DDTCNews – Tahun ini, Ditjen Pajak mengusung tema Pajak Tumbuh, Indonesia Tangguh saat memperingati Hari Pajak yang jatuh setiap tanggal 14 Juli.

Dengan tema tersebut, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto berpesan bahwa Hari Pajak 2025 harus menjadi momentum DJP dalam menjaga integritas, meningkatkan profesionalisme, serta mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam membangun negeri.

"Kita tidak hanya mengelola penerimaan negara, kita mengelola kepercayaan rakyat. Pajak adalah wujud gotong royong bangsa dalam membiayai kesejahteraan bersama," kata Bimo dalam upaya peringatan Hari Pajak 2025. Simak Peringati Hari Pajak, Begini Pesan Bimo Wijayanto kepada Pegawai

Namun demikian, pemilihan 14 Juli sebagai Hari Pajak bukan tanpa alasan. Ada tonggak sejarah yang melatarbelakanginya sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-313/PJ/2017.

Berdasarkan keputusan tersebut, 14 Juli 1945 ditetapkan sebagai Hari Pajak karena merupakan momentum penting dalam sejarah perjalanan organisasi perpajakan di Indonesia pada masa awal pasca proklamasi kemerdekaan.

“Bahwa dalam rangka penghormatan terhadap sejarah perjuangan bangsa, menguatkan jati diri organisasi DJP, serta memotivasi pengabdian para pegawai DJP kepada tanah air Indonesia, perlu menetapkan 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak yang diperingati di lingkungan DJP,” bunyi pertimbangan KEP-313/PJ/2017.

Momentum bersejarah merujuk pada catatan dalam dokumen otentik Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI-PPKI) koleksi Abdoel Kareem (AK) Pringgodigdo, seorang pegawai gunseikan (pemerintahan militer) yang bertugas mengikuti jalannya sidang BPUPKI.

Dokumen yang berisikan notulensi terperinci perjalanan sidang BPUPKI itu sempat hilang karena dirampas Belanda (sekutu) ketika masuk Yogyakarta pada 1946. Namun, pada September 2017, Arsip Nasional RI akhirnya membuka secara terbatas dokumentasi tersebut.

Penelusuran dokumen tersebut menunjukkan sejarah pajak dan negara ternyata berhubungan dengan proses pembentukan negara, yaitu masa-masa sidang BPUPKI. Kata pajak pertama kali disebut oleh Ketua BPUPKI Radjiman Wedyodiningrat dalam suatu sidang panitia kecil soal keuangan.

Sidang tersebut dilaksanakan dalam masa reses BPUPKI setelah pidato terkenal dari Soekarno dibacakan pada 1 Juni 1945. Dalam sidang tersebut, Radjiman mengemukakan 5 usulan. Pada butir keempat usulan tersebut dinyatakan “pemungutan pajak harus diatur hukum”.

Kemudian, kata pajak kembali muncul dalam Rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) kedua yang disampaikan pada tanggal 14 Juli 1945. Lebih tepatnya, dalam Bab VII Hal Keuangan - Pasal 23 butir kedua dinyatakan “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.

Sejak 14 Juli 1945 itu pula, urusan pajak terus masuk dalam pembahasan UUD 1945. Pajak bahkan mendapat pembahasan khusus pada 16 Juli 1945 dengan merincinya sebagai sumber-sumber penerimaan utama negara dan menjadi isu utama sidang.

Berlatar belakang sejarah tersebut maka tanggal 14 Juli 1945 itulah yang diacu sebagai Hari Pajak. Penetapan 14 Juli tersebut tentu akan memberikan legitimasi historis kepada DJP sebagai soko guru utama kekuatan negara.

Berdasarkan uraian yang dijabarkan, dapat diketahui penetapan 14 Juli 1945 sebagai Hari Pajak mengacu pada kali pertama kata ‘pajak’ diucapkan.

Momentum tersebut mengandung nilai luhur dan semangat perjuangan untuk menopang kehidupan bangsa Indonesia. Anda juga dapat menyimak pernyataan Radjiman yang telah diulas dalam kutipan Pajak Harus Diatur Hukum. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.