Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pengusaha kena pajak (PKP) bisa terkena sanksi apabila terdapat PPN yang ternyata tidak seharusnya dikompensasikan. Hal ini telah diatur dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf c UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.
Dirjen pajak menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) di antaranya jika berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan adanya PPN yang tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajaknya. Atas temuan itu, PKP bisa dikenakan sanksi kenaikan sebesar 75%.
“Jumlah pajak dalam SKPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)...huruf c...ditambah dengan sanksi administratif berupa: kenaikan 75% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar,” bunyi Pasal 13 ayat 3 huruf c, dikutip pada Sabtu (28/12/2024).
Sebagai informasi, pada suatu masa pajak bisa saja pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada pajak keluaran. Kondisi tersebut membuat adanya selisih (kelebihan) pajak masukan.
Kelebihan pajak masukan tersebut tidak dapat diminta pada masa pajak yang sama melainkan dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Hal ini telah diatur dalam Pasal 9 ayat (4) UU PPN s.t.d.t.d UU HPP.
Namun, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan PPN yang ternyata tidak seharusnya dikompensasikan maka DJP akan menerbitkan SKPKB beserta sanksi kenaikan sebesar 75% dari PPN yang kurang dibayar.
Lebih lanjut, kelebihan pajak masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Namun, khusus PKP yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, bisa memperoleh pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN pada setiap masa pajak.
Artinya, PKP berisiko rendah bisa mengajukan pengembalian (restitusi) pada tahun berjalan dan tidak harus pada akhir tahun buku. Pengembalian tersebut menggunakan skema pengembalian pendahuluan (restitusi dipercepat). Simak Siapa Itu Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah? (rig)