BERITA PAJAK HARI INI

Simulator Diperbarui, Belajar Coretax Kini Bisa Pakai Bahasa Indonesia

Redaksi DDTCNews
Kamis, 21 November 2024 | 09.36 WIB
Simulator Diperbarui, Belajar Coretax Kini Bisa Pakai Bahasa Indonesia

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) memperbarui simulator coretax administration system yang tersedia pada laman portalwp-simulasi.pajak.go.id. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Kamis (21/11/2024).

Pada versi sim 1.1.0, simulator coretax sudah tersedia dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sebelumnya, simulator coretax hanya tersedia dalam bahasa Inggris.

"Simulator coretax merupakan sarana simulasi pengenalan menu-menu dalam aplikasi coretax yang bersifat interaktif yang dapat diakses dari manapun dan kapanpun dengan menggunakan internet," bunyi pengumuman yang dirilis oleh DJP.

Meski dilakukan pembaruan, masih terdapat banyak menu dalam simulator coretax yang belum bisa diakses oleh masyarakat hingga saat ini.

Contoh, simulator coretax versi sim 1.1.0 belum menyediakan fitur pembuatan bukti potong PPh Pasal 21 bulanan pegawai tetap, bukti potong PPh Pasal 21 pegawai tetap pada masa pajak terakhir, bukti potong nonresiden, dan beragam jenis bukti potong lainnya. Fitur ini seharusnya tersedia pada menu eBupot.

"Fitur-fitur dalam simulasi ini akan dibuka secara bertahap agar edukasi kepada pengguna aplikasi coretax fokus pada fitur inti dahulu. Untuk saat ini, Anda dapat memanfaatkan modul-modul yang sudah tersedia sebagai bahan pembelajaran," jelas DJP.

Fitur pada menu eBupot yang sudah tersedia antara lain fitur pembuatan bukti potong/pungut unifikasi (BPPU) dan bukti potong self-payment (BPSP) atau setor sendiri.

Sebagai informasi, simulator coretax yang bisa diakses melalui internet telah dirilis oleh DJP sejak September 2024. Sebelumnya, simulator hanya bisa diakses melalui intranet oleh wajib pajak-wajib pajak peserta sosialisasi DJP.

DJP juga telah memproduksi 55 video tutorial dan 19 handbook untuk membantu wajib pajak mempelajari penggunaan coretax. Rencananya, aplikasi coretax akan mulai digunakan pada Januari 2025.

Selain topik simulator coretax, ada pula bahasan mengenai ketentuan pengkreditan pajak masukan dalam PMK 81/2024. Ada pula bahasan mengenai insentif pajak dalam program dana pensiun, tanggapan DJP terkait dengan RUU Pengampunan Pajak, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Buka Kelas Pajak soal Coretax

Kasubdit Penyuluhan Perpajakan Direktorat P2Humas DJP Agus Budihardjo mengatakan salah satu saluran edukasi coretax yang tersedia ialah simulator terpandu. Namun, simulator ini masih memakai data dummy sehingga wajib pajak mungkin tidak puas menjajal fitur pada coretax.

"Untuk itu, kami tetap membuka edukasi dengan pendaftaran kelas pajak," katanya.

Agus menuturkan DJP berupaya menggencarkan edukasi untuk mempersiapkan wajib pajak dalam menggunakan coretax system. Saat ini, lanjutnya, DJP juga telah memiliki berbagai sarana lainnya untuk melaksanakan edukasi. (DDTCNews)

Pengkreditan Pajak Masukan atas Dokumen Tertentu

Kehadiran coretax administration system membuat pengusaha kena pajak (PKP) tidak dapat mengkreditkan pajak masukan dalam masa pajak yang berbeda dengan masa pajak faktur dibuat.

Namun, PKP memiliki keleluasaan untuk mengkreditkan pajak masukan paling lambat 3 masa pajak berikutnya hanya jika pajak masukan tersebut tercantum dalam dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak.

"Pajak masukan yang dapat dikreditkan…, yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak, tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 masa pajak setelah berakhirnya masa pajak saat dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dibuat," bunyi Pasal 376 ayat (1) PMK 81/2024. (DDTCNews)

Insentif Pajak untuk Peningkatan Kepesertaan Dana Pensiun

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan, insentif pajak bisa menjadi pendorong jumlah kepesertaan program dana pensiun.

Menurutnya, saat ini dana pensiun yang ada lembaga keuangan, seperti bank, masih diperlakukan sebagai tabungan dan dikenakan pajak penghasilan (PPh).

"Kita tuh tertarik itu harus ada insentif pajak. Kalau retirement saving, tabungan untuk pensiun, sebenarnya di lembaga jasa keuangan lainnya seperti bank bisa, yuk tabungan pensiun siapa yang mau menabung," tuturnya. (Kumparan)

Tanggapan DJP soal RUU Pengampunan Pajak

DJP memberikan tanggapan terkait dengan langkah DPR mengusulkan RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

"Terkait Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty, kami akan mendalami rencana tersebut," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti.

Seperti diketahui, DPR resmi memasukkan RUU perihal pengampunan pajak atau tax amnesty dalam Prolegnas Prioritas 2025. Prolegnas prioritas adalah daftar peraturan yang akan diprioritaskan untuk disahkan pada tahun depan. (CNBC Indonesia)

Waspadai Modus Penipuan Tagih Utang Pajak Lewat Email

DJP mengingatkan wajib pajak untuk mewaspadai segala modus penipuan yang mengatasnamakan otoritas pajak. Salah satunya ialah modus mengirimkan Surat Tagihan Pajak (STP).

Kepala Subdirektorat Humas Perpajakan DJP Sri Hartiwiek mengatakan saat ini sedang marak penipuan dengan modus pengiriman STP melalui email. Menurutnya, pengiriman melalui email justru menandakan STP tersebut adalah palsu.

"Ini salah satu penipuan yang beberapa hari terakhir juga sedang marak. Saya tegaskan DJP tidak pernah menagih utang pajak melalui email," ujarnya. (DDTCNews)

Sri Mulyani Ubah Batas Waktu Penyetoran dan Pelaporan PPN Aset Kripto

Kementerian Keuangan mengubah ketentuan batas waktu penyetoran PPN atas penyerahan aset kripto. Perubahan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 81/2024.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024, batas akhir penyetoran PPN atas aset kripto dimundurkan sehingga menjadi akhir bulan berikutnya setelah masa pajak dilakukannya pemungutan PPN.

“Penyetoran PPN yang telah dipungut...dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak dilakukannya pemungutan,” bunyi penggalan Pasal 344 ayat (4) PMK 81/2024. (DDTCNews)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.