Polisi memperlihatkan perbandingan oli palsu dan asli saat ekspos pengungkapan produksi dan perdagangan oli palsu di Serang, Banten, Senin (3/5/2024). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/YU
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menegaskan terus mengoptimalkan pengawasan terhadap impor dan ekspor barang yang melanggar hak kekayaan intelektual (HKI).
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Encep Dudi Ginanjar mengatakan optimalisasi pengawasan barang ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan penegakan hukum terkait perlindungan HKI. Hal ini pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk perkembangan ekonomi dan inovasi.
"Dengan melakukan pemeriksaan yang cermat terhadap barang-barang yang masuk atau keluar dari suatu negara, kami dapat mengidentifikasi dan menahan produk-produk ilegal tersebut sehingga melindungi pemegang HKI dari kerugian finansial dan mencegah persaingan yang tidak sehat di pasar," katanya, dikutip pada Kamis (18/7/2024).
Encep mengatakan kewenangan pengawasan dugaan pelanggaran HKI oleh DJBC secara ex-officio telah tercantum dalam UU 10/1995 s.t.d.d. UU 17/2006 tentang Kepabeanan. Mekanisme pelaksanaannya pun diatur dalam PP 20/2017 dan PMK 40/2018.
Dia menjelaskan produk yang melanggar HKI antara lain barang bajakan, merek dagang palsu, atau produk dengan paten yang tidak sah. Menurutnya, pelanggaran HKI tidak hanya merugikan pemilik hak, tetapi juga berdampak luas pada ekonomi, inovasi, dan masyarakat.
Bagi konsumen, barang-barang yang melanggar HKI dapat berdampak buruk terhadap kesehatan seperti obat atau kosmetik palsu. Kemudian, barang yang melanggar HKI juga berisiko membahayakan keselamatan konsumen seperti pemalsuan suku cadang kendaraan.
Adapun bagi pemilik hak, pelanggaran HKI dapat menurunkan minat untuk berinovasi dan berkreasi serta memperburuk reputasi dan citra dari merek yang dipalsukan atau ditiru. Selain itu, pelanggaran HKI juga menimbulkan trust issues pada negara yang memiliki banyak kasus pelanggaran HKI dan dapat dijadikan sumber pendanaan bagi organized crime dan terorisme.
Sejalan dengan fungsi sebagai community protector, DJBC akan terus berupaya mengembangkan strategi pengawasan yang efektif dalam mengatasi tantangan perdagangan barang-barang yang melanggar HKI. DJBC pun tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Program Perlindungan dan Penegakan Hukum di Bidang Kekayaan Intelektual bersama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham sebagai leading sector serta Polri, BPOM, Kominfo, Kemenlu, Kemendag, Kemenkes, dan Kemendikbud.
"Diharapkan sinergi pengawasan HKI ini dapat menciptakan iklim investasi Indonesia yang semakin kondusif sehingga dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional," ujarnya.
Di sisi lain, Encep pun mengajak para pemegang HKI atau right holder untuk mendaftarkan merek dagang dan hak cipta dagang yang dimiliki demi mencegah pelanggaran HKI, terutama dalam mencegah perdagangan barang-barang bajakan atau palsu. Pendaftaran tersebut dilakukan melalui sistem rekordasi milik DJBC secara gratis.
Dalam melakukan rekordasi, pemegang merek cukup membuat user pada CEISA HKI melalui portal customer.beacukai.go.id. Setelah masuk ke halaman utama, pilih Sistem Pelayanan, dan HKI Online. Unduh form permohonan rekordasi dan surat pernyataan pada dashboard, lalu klik Permohonan, klik Rekam Data, dan klik Perekaman.
Selanjutnya, pengajuan permohonan ini akan direviu DJBC. Apabila terdapat kekurangan dalam syarat rekordasi, DJBC akan menghubungi pemegang hak yang telah menggunakan sistem rekordasi (rekordan). Rekordan pun akan mendapatkan undangan wawancara dari DJBC dalam 2 sampai 3 hari setelah seluruh langkah dilakukan.
Sertifikat rekordasi akan keluar di sistem CEISA dalam waktu 1 pekan setelah wawancara. Adapun persyaratan dan dokumen yang harus dilampirkan terdapat pada lampiran PMK 40/2018, yaitu surat permohonan, surat pernyataan, akta pendirian perusahaan, nomor induk berusaha, NPWP perusahaan, KTP examiner, sertifikat merek, dan booklet produk.
Pendaftaran merek atau rekordasi akan memudahkan petugas DJBC dalam mengawasi barang impor atau ekspor yang terindikasi melanggar HKI.
"Pengawasan dapat dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi intelijen, melalui pemeriksaan fisik barang atau penelitian dokumen oleh petugas bea cukai di seluruh satuan kerja, baik di kantor pusat, kantor wilayah, maupun kantor pelayanan dan pengawasan bea cukai di seluruh Indonesia," imbuh Encep. (sap)