Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (P2-APBN) 2023 kepada DPR.
Sri Mulyani mengatakan APBN 2023 disusun secara hati-hati dan waspada, tetapi tetap efektif dan optimistis dalam menjaga momentum pertumbuhan di tengah risiko dan volatilitas global yang melonjak tinggi.
"APBN 2023 kembali berperan sebagai shock absorber di dalam menghadapi risiko guncangan ketidakpastian global, dengan fokus pada tema peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan," katanya, Kamis (4/7/2024).
Sri Mulyani menuturkan APBN 2023 menunjukkan perkembangan positif, terlihat dari peningkatan pendapatan negara dan akselerasi belanja negara sehingga konsolidasi fiskal bisa dilaksanakan dengan baik dan berdampak pada kredibilitas dan sustainabilitas fiskal Indonesia.
Dengan berbagai kebijakan yang dilaksanakan, dia mengeklaim ekonomi Indonesia cukup resilient dalam menghadapi tantangan sepanjang 2023. Pertumbuhan ekonomi berada di level 5,05% di tengah penurunan kontribusi ekspor akibat pelemahan ekonomi global.
Inflasi juga tetap terkendali di level 2,6% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya 5,5%. Inflasi tersebut jauh lebih baik ketimbang beberapa negara yang masih berjuang untuk mengendalikan inflasi seperti Rusia 7,4%, Turki 64,8%, dan Argentina 211,4%.
Sri Mulyani kemudian memaparkan pokok-pokok keterangan pemerintah perihal pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2023 terdiri atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2023 yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dia menyebutkan BPK telah memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas pelaksanaan APBN 2023. Dalam laporan realisasi APBN 2023, pendapatan negara mencapai Rp2.783,9 triliun atau setara dengan 105,56% dari target. Realisasi ini tumbuh 5,62% dari tahun sebelumnya.
Penerimaan perpajakan tercatat sejumlah Rp2.154,2 triliun atau 101,69% dari target. Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp612,5 triliun atau 118,75% target dan penerimaan hibah Rp17,2 triliun.
Kinerja pendapatan negara yang baik tersebut utamanya dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi yang terus pulih, kenaikan harga komoditas, serta implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mampu meningkatkan kepatuhan dan perluasan basis pajak.
Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp3.121,2 triliun, setara dengan 100,13% dari target APBN 2023. Realisasi belanja yang tumbuh 0,81% ini terdiri atas belanja pemerintah pusat senilai Rp2.239,8 triliun dan transfer ke daerah Rp881,4 triliun.
Berdasarkan realisasi pendapatan dan belanja negara, defisit anggaran tercatat Rp337,3 triliun atau 1,61% PDB. Angka ini jauh lebih rendah dari target APBN 2023 sebesar 2,27% PDB serta lebih kecil dibandingkan defisit 2022 sebesar 2,35% PDB.
"APBN 2023 juga mencatatkan surplus keseimbangan primer Rp102,59 triliun, merupakan surplus pertama kalinya sejak tahun 2012," ujar Sri Mulyani.
Dia menambahkan realisasi pembiayaan 2023 senilai Rp356,7 triliun atau hanya 74,32% dari rencana dalam APBN yang sebesar Rp479,9 triliun. Realisasi pembiayaan ini turun 39,65% dibandingkan dengan realisasi pembiayaan 2022.
Dengan defisit dan realisasi pembiayaan tersebut, terdapat sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) senilai Rp19,4 triliun, turun signifikan dari Silpa 2022 senilai Rp130,6 triliun.
Menurut Sri Mulyani, penurunan Silpa menunjukkan komitmen pemerintah dalam menindaklanjuti rekomendasi DPR sehingga pelaksanaan APBN menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan besaran Silpa minimal.
Dalam laporan perubahan saldo anggaran lebih (SAL), disebutkan SAL awal 2023 mencapai Rp478,9 triliun. Setelahnya, terdapat penggunaan SAL sebagai sumber pendanaan APBN 2023 senilai Rp35 triliun.
Pada akhir 2023, SAL tercatat senilai Rp459,5 triliun. Adapun SAL ini merupakan instrumen penting dalam pengelolaan APBN sebagai fiscal buffer untuk melindungi APBN dan perekonomian Indonesia dalam menghadapi berbagai ketidakpastian global dan domestik pada tahun ini.
"RUU [P2 APBN 2023] ini kami ajukan untuk dilakukan pembahasan dan selanjutnya kami mohon persetujuan untuk dapat ditetapkan sebagai undang-undang," tutur Sri Mulyani. (rig)